TKA “KEPUNGAN” PERTAMBANGAN MOROWALI

8.000 TKA Bekerja di 13 Perusahaan Tambang

Palu_Gelombang Tenaga Kerja Asing (TKA) semakin deras memasuki dan “mengepung” sektor pertambangan di kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Berdasarkan catatan (JATAM) Sulteng, dalam kurun 8 bulan terakhir ditemukan TKA yang masuk di Morowali mencapai 8.000 orang yang bekerja tersebut di 13 perusahaan pertambangan.

JATAM mencotohkan di PT IMIP di Morowali memperkerjakan kurang lebih 6.000 tenaga kerja. Setiap sebanyak tiga kali, dalam sekali pergantian kurang lebih sebanyak 1.200 orang, jika dikalikan tiga maka terdapat 3.600 pekerja asal Thiongkok yang ada disana. Sementara itu, pada pekerjaan kategori konstruksi, jika memperhatikan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor : KEP.247/MEN/X/2011 tentang jabatan yang dapat diduduki TKA pada kategori konstruksi : tenaga kerja-kerja asing hanya diwajibkan menempati jabatan (komisaris, direktur, manajer dan ahli teknik). Sementara pada kenyataannya, PT IMIP memperkerjakantenaga kerja asing sampai pada pekerjaan buruh kasar seperti menyusun batu bata, mendorong lori dan pekerjaan kecil lainnya (nonskil) yang hanya membutuhkan tenaga saja, semuanya dikuasai oleh tenaga kerja Asing.

“Kami minta pihak imigrasi, segera menertibkan TKA yang ada di Sulteng. Lakukan pengawasan ketat di setiap tempat Pemeriksaan Imigrasi dan segera menderfortasi TKA yang melanggar ketentuan aturan imigrasi,” ujar Direktur Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, Syahrudin Ariestal douw, SH, disela-sela unjukrasa di kantor Imigrasi Palu, kemarin (2/2).

Menurut Syahrudin Ariestal Douw yang akrab disapa Etal perbandingan tenaga kerja lokal dan TKA yang bekerja disektor pertambangan 60:40. Tenaga kerja lokal sekitar 6.000 orang dan TKA sekitar 4.000. hanya saja ada diksriminasi pemberian upah bagi tenaga kerja lokal dan TKA. Tenaga kerjalokal diberi upah sekitar 4 juta, sementara TKA diberi upah Rp sekitar 18 juta.

“Padahal tenaga kerja lokal dan TKA sama-sama bekerja sebagai pekerja lapangan bukan pada posisi direktur atau tenaga ahli,” bebernya.

Masih menurut Etal, banyaknya TKA yang tidak diperkerjakan sebagai tenaga ahli. Malah karena banyak tenaga kerjalokal yang di PHK kemudian digantikan dengan TKA.

“Pengakuan beberapa mantan pekerja yang di PHK, posisi mereka seperti menjadi sopir digantikan TKA. Sementara pengemudi dump truck, bagi tenaga lokal diwajibkan memiliki SIM, dan tidak mungkin TKA memiliki SIM,” tandasnya.

Etal menambahkan, dari sejumlah kasus ketimpangan dan masalah yang ditimbulkan oleh perusahaan tambang yang ada di Sulteng. JATAM Sulteng mendesak, pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh kepada perusahaan-perusahaan tambang, baik dari segi kerusakan alam, dampak lingkungan, penggusuran dan pemakaian tenaga kerja yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Pemerintah seharusnya bisa memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak memberi dampak kesejahteraan kepada rakyat sekitar tambang,” ujarnya.

Sementara Kepala Imigrasi Palu, berjanji akan langsung mengecek secepatnya ke lapangan untuk mengetahui kebenarannya data TKA yang berada di Morowali.

“Jika memang benar ada penyalahgunaan sesuai yang disampaikan oleh demonstrasi, kami akan tindaki,” sebut Suparman.

Kepala Bidang Intelejen Penindakan Informasi Bidang Sarana Keimigrasian di Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Tengah, Sohirin SH Mhum menambahkan pekan depan nanti terdapat tim yang akan melakukan investigasi langsung ke wilayah Morowali. Jika ditemukan TKA yang tidak mempunyai kelengkapan izin tinggal atau melanggar koridor hukum yang berlaku pihaknya tidak tinggal diam.

“Akan langsung ditindak dan dideportasi jika melanggar. Kami juga memohon maaf jika dalam penanganannya belum maksimal, karena perlu diketahui tenaga kami juga sangat minim,” jelas Sohirin.

Sohirin juga menyebutkan, pintu masuk sebagian TKA ke Provinsi Sulteng ini tidak melalui kota Palu ataupun Morowali sendiri, namun mereka masuk dari wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara. Sehingga ketika para TKA telah masuk melalui Kendari mereka akan sekaligus melakukan kepengurusan keimigrasiannya di Kendari.

“Kami sudah berjuang dengan Kemenkumham Sulawesi Tenggara untuk memberikan data orang asing yang ada di Sulteng, tapi melakukan perizinan di Kendari,” tutupnya.(ron/acm)

Sumber : Radar Sulteng. Edisi : Jumat. 3 Februari 2017

Tinggalkan Komentar Anda :