SETAHUN LEBIH DILAPORKAN LAKUKAN PERAMBAHAN HUTAN LINDUNG, HINGGA KINI PT. VALE BELUM DITINDAK!

Salah satu perusahaan nikel terbesar di Indonesia, PT. Vale Indonesia, dilaporkan ke polisi dengan delik melakukan perambahan hutan lindung. Meski sudah dilaporkan, tidak ada tindakan yang dilakukan oleh kepolisian kepada perusahaan tersebut.

“Kami sudah melaporkan PT. Vale Indonesia kepada Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dengan Nomor Surat: 22/E/FORBES/MRW/IX/2013, perihal pengaduan tindak pidana kehutanan, tertanggal 8 September 2013,” kata Kuswandi, Ketua Forum Rakyat Bersatu (Forbes) Morowali, kepada Mongabay, Sabtu, (14/2/2015) lalu.

Kuswandi kini telah menjadi anggota DPRD di Kabupaten Morowali. Menurutnya, hingga kini tidak ada tindakan tegas terhadap perusahaan yang dulunya bernama PT. Inco tersebut. Bahkan katanya, setelah ia dilantik sebagai anggota DPRD, ia sempat ke Polda Sulteng dan mempertanyakan hal itu. Sekaligus memberikan bukti tambahan bahwa tahun 2013 dan sebelum 2013, PT. Vale Indonesia belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan lindung.

Perusahaan baru dapat SK dari Kementerian Kehutanan Nomor: 522/Menhut-II/2014 tertanggal 11 Juni 2014. Isinya mengenai izin pinjam pakai kawasan untuk kegiatan eksplorasi biji nikel pada kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi terbatas, dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi di Blok Bahodopi, Kabupaten Morowali, seluas 14.101, 11 hektar.

“PT. Vale Indonesia dibiarkan saja melakukan pelanggaran. Ketika kami tanya ke polisi, alasan mereka masih melakukan penggalian data dan informasi terkait laporan kami. Padahal sudah ada data tambahan.”

Menurut Kuswandi, laporan terhadap PT. Vale Indonesia dilakukan sejak 2 Mei 2011 oleh Persatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia Bungku (P3MIB) ke Polres Morowali. Perusahaan itu dilaporkan karena melakukan pembukaan jalan di kawasan hutan lindung sepanjang 28 km, membuat jaringan pengelolaan limbah cair, membuat penampungan tanah hasil test pit, serta membangun base camp dan infrastruktur lainnya.

“Seluruh kegiatan yang dilakukan PT. Vale Indonesia berada pada kawasan hutan dengan fungsi lindung.”

Dalam laporan itu, dilampirkan pula analisis tindak pidana kehutanan, foto-foto aktivitas perusahaan di lapangan, peta yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Morowali, juga kliping berita dan berita acara hasil peninjauan lapangan oleh dinas kehutanan. Surat tersebut ditembuskan kepada Kapolri, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Menteri Kehutanan RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuswandi mengungkapkan, PT. Vale Indonesia saat melakukan kegiatan tersebut tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari kementerian kehutanan berdasarkan berita acara hasil peninjauan lapangan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Morowali pada Selasa, 15 Desember 2009. Berita acara tersebut ditandatangani oleh Asep Haerudin, Kepala Seksi Tertib Peredaran dan Iuran Kehutanan, dan Nasrun Lasara Kepala Seksi Perlindungan dan Konservasi, serta Baharudin Kepala Seksi Penatagunaan Hutan.

“Berdasarkan fakta-fakta, cukuplah dikatakan bahwa PT. Vale Indonesia telah melanggar UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Tetapi sudah satu tahun lebih tidak ada progres dari penyelidikan yang dilakukan polda.”

Dinas Kehutanan Morowali benarkan perambahan

Asep Haerudin yang saat ini menjabat Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Morowali, saat dikonfirmasi, Senin (16/02/2015), mengungkapkan kalau laporan ke pihak Polres Morowali soal perambahan hutan kawasan itu telah ditindak lanjuti ke Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan telah sampai di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Menurut Asep, berdasarkan surat dari Kepala BKSDA Sulteng, menindaklanjuti surat Direktur PPH Nomor: S.146/PPH-4/RHS/2011 tanggal 11 April 2011 perihal penghentian kegiatan di lapangan, telah dillakukan penyelidikan atau pengumpulan bahan keterangan data di lokasi kegiatan PT. Vale di Blok Sorowako dan Blok Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Salah satu poin dari surat tersebut membenarkan kegiatan penambangan dan penebangan kayu di kawasan hutan lindung tanpa ijin pinjam pakai yang dilakukan oleh PT. Inco Tbk di Blok Bahodopi. Poin lainnya, untuk kasus penambangan tanpa izin dan penebangan kayu tanpa ijin pinjam kawasan yang dilakukan PT. Inco Tbk, sudah dapat dilakukan proses penyidikan baik oleh penyidik Polri atau Penyidik PNS Kementerian Kehutanan.

Asep berpendapat, setiap laporan terkait dugaan perambahan hutan kawasan tanpa ijin sudah ditindak lanjuti oleh pihak Polres Morowali dan Polda Sulteng. Hal ini dibuktikan dengan dua kali dirinya diperiksa untuk memberikan keterangan kasus tersebut.

“Setiap laporan itu selalu diperiksa, paguyuban mahasiswa maupun dari Forbes Morowali,” katanya.

Selain itu menurutnya, kasus tersebut tidak sepenuhnya benar jika dikatakan mandek di kepolisian. Pasalnya, persoalan hutan kawasan itu merupakan kewenangan dari Kementerian kehutanan. Sehingga, pihak Polres Morowali sudah melimpahkan ke Kementerian Kehutanan.

“Begitu juga dengan laporan Forbes, karena ini persoalan otoritas dalam hutan kawasan yang berada dalam wilayah Kementerian Kehutanan.”

Lain lagi yang diungkapkan oleh Direktur Jatam Sulteng, Syahrudin Ariestal Douw. Menurutnya, dalam kasus PT Vale ini, ia menganggap kepolisian secara diam-diam telah menghentikan laporan yang diajukan oleh Forbes Morowali. Kepolisian juga, katanya, tidak berupaya melakukan pemanggilan terhadap Direktur PT. Vale yang menjadi objek laporan.

“Kami ikut mendampingi Forbes, dan laporan langsung ditindaklanjuti, lalu dibuat berita acara pemeriksaan (BAP). Bahkan, kapolda ketika itu berjanji akan menyelesaikan kasus kejahatan di sektor sumber daya alam. Tapi, sampai saat ini belum ada hasilnya,” kata Etal, kepada Mongabay, Kamis (19/3/2015).

Menurutnya, kasus ini sangat merugikan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Kalau ada yang beralibi bahwa PT. Vale telah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan, kata Etal, maka harus dilihat sejarah lahirnya izin tersebut. Sebab, perusakan hutan telah dilakukan terlebih dahulu, baru kemudian izin pinjam pakai kawasan keluar belakangan.

“Salah satu cara agar kasus PT. Vale ini bisa diselesaikan kembali oleh kepolisian adalah dengan melakukan pra peradilan. Tapi ini hanyalah salah satu kasus saja, karena ada banyak kasus kejahatan di sektor sumber daya alam. Misalkan, yang dilakukan oleh perusahaan PT. Bintang Delapan Mineral di Morowali,” ujar Etal.

Sumber: mongabay.co.id. Edisi: March 20, 2015. Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Tinggalkan Komentar Anda :