PALU, PE – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, menemukan lebih dari setengahh lahan di Kabupaten Morowali, dikuasai oleh pertambangan ilegal. Hal itu dibuktikan dengan penemuan Jatam tentang pelanggaran-pelanggaran aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan yang ada di Kabupaten Morowali.
Dalam kurun dua bulan terakhir, Jatam menemukan jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memenuhi kategori Clear and Clean (CNC) sebanyak 177 IUP dengan total areal penguasaan lahan sebesar 600, 089 Ha. Jumlah tersebut sangat meningkat pesat, mengingat Kabupaten Morowali berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduknya 206. 189 orang yang sebagian besar penduduk Morowali bekerja di Sektor Pertanian.
Selain itu, Jatam Sulteng menemukan indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aktivitas pertambangan, berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Pemberian IUP kepada pengusaha tambang seharusnya mengikuti standar yang telah ditetapkan, yaitu penetapan Wilayah Pertambangan (WP) dan Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), kemudian tahap terakhir adalah pemberian IUP. Kenyataannya hingga saat ini Kabupaten Morowali setelah dilakukan penetapan 177 IUP yang masuk kategori CNC sama sekali tidak memenuhi standar yang diterbitkan Undang-undang. Selain itu, Jatam Sulteng menemukan fakta bahwa di atas lahan Kontrak Karya juga di temukan 43 IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten. Ini bukti kebijakan pemerintah Kabupaten Morowali tumpang tindih dengan keputusan Pemerintah Pusat.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami akan melakukan langkah, dengan mendesak Bupati Morowali untuk mencabut seluruh IUP yang berada di Kabupaten Morowali untuk keselamatan rakyat karena melanggar peraturan Undang-undang Minerba, dan juga kami akan mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah untuk memeriksa Bupati Morowali atas terbitnya IUP yang tidak prosedural dan tumpang tindih atau bisa dibilang aktivitas pertambangan yang dilakukan ilegal,” ujar Direktur Jatam Sulteng, Syahrudin A. Douw kepada Palu Ekspres, Kamis 26 September.
Aktivitas pertambangan terbanyak berada di wilayah hutan, sebagaimana hasil investigasi kami.
Tidak kurang dari 5 IUP yang sedang melakukan aktivitas produksi di dalam kawasan hutan yang hingga saat ini belum memiliki pinjam pakai kawasan dari kementerian kehutanan, dan terus dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Ini sangat ironi dengan kondisi wilayah Kabupaten Morowali yang memprihatinkan.
Aktivitas eksploitasi tersebut yang berada di atas lahan perkebunan yang telah lama dikuasi oleh masyarakat. Setidaknya perusahaan tambang juga ikut berperan dalam menimbulkan ketegangan di antara masyarakat itu sendiri, juga dampak yang paling berbahaya yang ditimbulkan adalah pencemaran sumber air yang berimplikasi pada gangguan kesehatan masyarakat di wilayah Ganda-ganda dan Petasia.
“Tak hanya itu juga, aktivitas pertambangan yang ditimbulkan, yaitu memerahnya laut di Kabupaten Morowali akibat pengangkutan ore nikel yang dilakukan oleh perusahaan dari pelabuhan ke kapal induk pengangkutan, sehingga menimbulkan pencemaran yang cukup kronis pada lingkungan,” tandasnya. (riu)