18 PERUSAHAAN TAMBANG DI SULTENG MASUK DALAM KAWASAN HUTAN KONSERVASI

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng merilis, sedikitnya ada 18 perusahaan tambang di Sulawesi Tengah yang masuk dalam kawasan hutan konservasi. Lebih dari itu, ada 85 izin pertambangan yangditerbitkan masuk dalam kawasan hutan lindung.

Ke-18 perusahaan tambang itu lokasinya tersebar dihampir seluruh kabupaten dan kota se Sulteng, “Ini sangat fatal karena status kawasan ini berfungsi sebagai penyangga di daerah bersangkutan,” kata Eksekutif Advokasi dan kampanye Jatam Sulteng Moh. Taufik pada konferensi persnya di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Rabu (12/4/2017).

Ia mengurai, ke-18 perusahaan dimaksudadalah; PT Citra Palu Mineral, PT Banggai Kencana Permai, PT Bangun Bumi Makmur, PT Indonikel Karya Pratama, PT Cahaya Triwiana, PT Mitra Celebes Stell Indonesia, PT Mutiara Alam Perkasa, PT Trimenara Larasindo, PT Gema Ripah Pratama, PT Mahkota Mega Lestari, PT Sinar Morakarta Perkasa, PT Charlye Sapa Prima, PT Bumi Makmur Raya, PT Ermus Energindo, PT Genesis Berkat Utama, PT Ina Abacus Mining, PT MBH Multi Resource, dan PT Gorontalo Sejahtera Mining.

Taufik tidak menampik jika dalam peraturan perundang-undangan alih fungsi kawasan hutan dapat dilakukan. Namun menurutnya ada aturan yang mengaturnya seperti dinyatakan dalam UU Nomor 41/1999 pasal 19 ayat (1) yang menegaskan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.

“Ini menegaskan bahwa alih fungsi hutan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Hutan yang dapat dialihfungsikan adalah hutan yang dapat dikonversi,” jelasnya.

Faktanya di Sulteng lanjutnya, banyak kawasan hutan lindung bahkan hutan konservasi yang dijadikan sebagai lahan pertambangan. Dalam UU No. 41/1999 pasal 38 ayat(4) tentang Kehutanan ditegaskan, dilarang keras melakukan aktivitas penambangan dalam kawasan hutan lindung dan pelanggaran atasnya dikenakan pidana.

“Kami menilai pemerintah provinsi tidak tegas dalam menata kawasan hutan di daerah ini. Ini karena sektor pertambangan masih dipandang sebagai primadona dalam meningkatkan pendapatan daerah, meskipun mengesampingkan masa depan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan,” ujarnya.

Sementara itu Humas PT Citra Palu Mineral Amran Amier yang dihubungi tidak mengelak jika sebagian dari lokasinya masuk dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), yakni mencapai sekitar 5 ribu hektare dari 27 ribu hektare yang dikuasainya.

Menurut Amran, pihaknya menyadari hal tersebut dan atas kesadaran itu, jika izin pengelolaan terkait dengan lahan yang masuk kawasan hutan itu tidak diterbitkan maka tidak akan dipersoalkan.

“Makanya karena ada areal kami yang masuk dalam Tahura itu, kami tidak mengelolanya,” sebut Amran.

Sumber: beritapalu.net

Ikuti rangkaian aktifitas Jatam Nasional melalui https://www.jatam.org/

Tinggalkan Komentar Anda :