PALU, RAKYATSULTENG – Aktifitas PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) di Kec Bahodopi Kab. Morowali sangat mengejutkan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Pasalnya perusahaan yang mengantongi izin sejak tahun 2007 hingga sekarang tanpa didukung dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ini sungguh tindakan yang keterlaluan dan sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Sehingga hal tersebut perlu tindakan serius, Ungkap Anggota DPRD Provinsi, Muh. Masykur.
Menurut Muh. Masykur dalam rilisnya yang diterima redaksi, AMDAL yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kab. Morowali kepada PT SMI pada tahun 2012, hanya sebatas AMDAL pembangunan smelter. Sementara AMDAL eksploitasi sejak tahun 2008 hingga 2015 itu tidak ada sama sekali.
Informasi mengenai aktifitas PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) tanpa AMDAL tersebut terkuak dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan Komisi III DPRD Prop. Sulteng bersama Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral dan Badan Lingkungan Hidup Prov Sulteng di Ruang Baruga Kantor DPRD (12/5).
Hadir dalam RDP, Kepala Dinas ESDM, Ir. Bambang Sunaryo dan perwakilan Kepala BLH, Zainab Ishak. Rapat dipimpin oleh Sekretaris Komisi III, Huisman Brant Toripalu, SH serta sejumlah anggota komisi III lainya. Diantaranya, Sony Tandra, Edmond Leonardo Siahaan, Syafrudin Mahasuni dan Muh. Masykur.
Dari keterangan yang disampaikan oleh Zainab Ishak kata Muh. Maykur, terungkap bahwa selama ini aktifitas PT BDM sama sekali belum mengantongi dokumen AMDAL, yang ada baru PT MSI saja yang memiliki AMDAL.
Ini yang sangat disesalkan, sebab kenapa bisa-bisanya PT BDM melakukan aksploitasi Sumber Daya Alam secara leluasa tapi tidak taat hukum, sementara aktifitas yang mereka lakukan tidak memiliki AMDAL, tegas Muh. Masykur.
Sekarang faktanya kata Moh. Masykur, sawah di Desa Bahomakmur seluas 370 hektar tidak bisa lagi berproduksi karena sumber air dari irigasi sudah tidak ada, selain itu tingginya tingkat debu dari jalan hauling mengakibatkan masyarakat desa Bahomakmur makan debu setiap hari. Fakta Lain, data dari Puskesmas ditemukan tingkat penderita Inpeksi Salura Pernapas Atas (ISPA) mengalami peningkatan sejak PT BDM mulai melakukan persiapan ekspoitasi.
Moh. Masykur menambahkan ini baru tahap awal. Bisa dibayangkan bagaimana dampak lingkungan yang terjadi pada saat perusahaan sudah meresmikan pabrik pemurniannya, otomatis dampak yang timbul sudah pasti akan labih tinggi lagi.
Oleh karena itu, Kata Muh. Masyku pemerintah daerah sudah seharusnya melakukan langkah-langka antisipasi dalam menyikapi permasalahan ini. Termasuk mencari jalan keluar terhadap apa yang dialami oleh masyarakat di Desa Bahomakmur.
Seperti diketahui, rapat dengar pendapat yang dilakukan oleh Komisi III DPRD Provinsi, setalah sebelumnya menerima aduan dari perwakilan warga masyarakat Desa Bahomakmur dan dilanjutkan dengan kunjungan ke lokasi PT. BDM dan mendatangi masyarakat Desa Bahomakmur untuk berdialog.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam RDP ini adalah setelah seluruh dokomen terkumpul selanjutnya Komisi III akan memanggil managemen PT. BDM untuk dimintai keterangan serta mencari solusi penyelesaian bagi warga masyarakat Desa Bahomakmur.
Ditempat berbeda, Direktur Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (JATAM Sulteng) Syahrudin A. Douw. Dihubungi untuk menanyakan temuan DPRD Provinsi tersebut, Etal sapaan akrabnya Menyatakan, bahwa sejak dahulu JATAM sudah menduga bahwa perusahaan tersebut tak memiliki AMDAL, bahkan reklamasi pantai Fatuvia yang dilakukan oleh PT. BDM dengan menghancurkan mangrove juga terindikasi dilakukan illegal. Bahkan kata Etal, mereka telah menyurati Presiden SBY saat menjabat, tetapi hasil akhirnya tetap nihil, bahkan pemerintah Provinsi dalam artian Gubernur sering berkunjung kelokasi tersebut untuk memantau aktivitas pembangunan smelter. Dan katanya, JATAM kecewa dengan pemerintah karena kurang teliti dan cenderung menjadi pelindung korporasi.
Direktur JATAM, juga menyangkan pernyataan Asisten II Provinsi Sulteng, Bunga Elim Somba, yang mereka datangi sewaktu aksi pada hari bumi, katanya B. Elim Somba malah menjelaskan hasil temuan Badan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa air di Sungai Bahodopi itu tercemar bukan karena ulah PT. BDM. Sekarang kata Etal, sudah jelas perusahaan tak memiliki AMDAL kok terus dijadikan aikon. Ini tidak masuk akal, katanya dengan geram.
JATAM mendesak pemerintah agar segera memberikan sanksi tegas kepada PT. BDM, jika perlu dihentikan semua aktivitasnya sampai semua dugaan pelanggaran tersebut terselesaikan. (Diva)
Sumber: rakyatsulteng.com. edisi: 12 Mei 2015