PENAMBANG TERANCAM DISKRIMINASI

PALU, Terkait dengan ancaman kapolda yang akan melakukan tindakan penegakan hukum terhadap aktivitas penambang poboya, membuat jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng angkat bicara. Anggota Divisi Riset dan Kampanye Jatam Sulteng, Sarina, manghawatirkan bahwa upaya Kapolda itu malah mengriminalisasi masyarakat penambang.”pertambangan rakyat dipoboya seharusnya diatur dengan mekanisme pertambangan kolektif. Disinilah peranan pemerintah, bukannya justru berdiri membela kepentingan Citra Palu Mineral (CPM). ini sama saja pemerintah dan penegak hukum berada di bawah telunjuk pengusaha.

Jalan keluar yang di tempuh harus tepat, bukan moratorium karena akan memberkuat kepentingan,”tegas sarina. Sarina mengatakan, sumber dari ekspolitasi dan perusakan daya dukung lingkungan dipoboya disebabkan kepemilikan individual atas alat-alat produksi tromol dan tong.

“Penambangan kolektif adalah salah satunya cara yang terbaik. tromol dan tong itu memang harus disita, namun harus diberikan alternative terbaik,”sarannya. Menurut Sarina, para penambang seharusnya diberikan perspektif untuk mengelola pertambangan dalam unit-unit usaha bersama, tetunya dengan sistem ramah lingkungan.”memang cara ini akan memakan waktu, tapi lebih baik dari pada cara-cara yang instan dengan memberikan hak pengelolaan pertambangan kepada pengusaha yang justru akan lebih anarkis dalam merusak lingkungan,”terangnnya.

Sementara itu, isu penutupan areal pertambangan poboya oleh Kapolda ternyata tidak membawa dampak bagi aktivitas pertambangan. Buktinya, hingga saat ini masi banyak warga mengurus kartu sebagai tiket malakukan kegiatan pertambangan. Rumah Dewan Adat Poboya, Ali Djalaludin, sebagai tempat pengurus kartu tambang hampir setiap hari ramai dikunjungi warga. Bahkan, pantauan media ini, selasa (2/2), warga yang akan mengurus kartu sampai mengantri hingga luar rumah.

“katanya kalau mau urus kartu ditempatini, jika kita datang disini,” tutur Lendi, warga asal Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara. lendy mengaku baru dua hari berada di palu, dengan maksud kedatangan untuk menambang.

Kediaman Ali Djalaludin, setiap harinya selalu ramai dikunjungi warga, sebab bukan warga baru saja yang harus membuat kartu. Warga yang telah memiliki kartu juga harus aktif memperbaharui kartu tambang miliknya sebab sifatnya hanya berlaku tiga bulan. ditanya soal issu penutupan dari pihak Mapolda, Ruslan menganggap itu bukan hal yang penting. Menurutnya, selama aktivitas pertambangan masi dibuka berarti kesempatan untuk mencari rezeki masi ada.

“kalau mau tutup, kasihan warga disini. jika ada aturan tegas soal aturan penambanagan itu lebih baik, dari pada harus ditutup. banyak warga yang menggatungkan hidupnya disini, khususnya masyarakat palu,”pinta Ruslan.FIT

Tinggalkan Komentar Anda :