Masdam Latirima : Tolak Alih Fungsi Hutan Mangrove untuk Perluasan Pembangunan Pelabuhan (Jetty) PT. IMIP di Kec. Bahodopi

Hadirnya Kawasan Pengolahan bijih Nikel dikawasan PT. IMIP dikecamatan Bahodopi seakan memberikan angin segar dan babak baru dalam pengolahan bahan baku mineral tambang.

Namun Seiring dengan itu, hadirnya perusahaan raksasa PT. IMIP di Asia Tenggara yang kini bercokol dikecamatan bahodopi telah banyak memunculkan berbagai polemik ditengah-tengah masyarakat dan yang terakhir adalah indikasi alih fungsi hutan mangrove untuk perluasan pelabuhan bongkar muat dikawasan perusahaan tersebut.

Tak tanggung-tanggung PT. IMIP dengan gencarnya melakukan rencana ekspansi pembangunan pelabuhan dengan tidak mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem hutan mangrove dan kehidupan yang akan datang bagi masyarakat setempat yang berdiam secara turun temurun dikecamatan bahodopi.

Perlu diketahui bersama bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya ditempat-tempat terjadinya pelumpuran dan akumulasi bahan organik serta kerusakannya juga disebabkan oleh banyaknya hutan mangrove yang ditebang dan dijadikan lahan perkotaan baru, area pertambangan maupun lokasi pertambakan. Disamping itu, ekosistem hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia karena produktifitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam.

Hutan mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut serta perairan kaya akan nutrien organik maupun anorganik. Hutan mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Hutan mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut tidak ada hutan mangrove, tidak ada udang sehingga perlu penanganan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Pencemaran dan perusakan lingkungan terjadi diakibatkan karena manusia tidak menyadari bahwa pola kehidupan harus memperhatikan hubungan timbal balik.

Dilain pihak, abrasi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab faktor alam karena adanya arus gelombang yang yang terjadi akibat pasang surut air laut, sehingga bisa mengikis tepian pantai, sedangkan abrasi yang disebabkan oleh manusia yakni pengambilan batu karang dan pasir dipesisir pantai sebagai bahan bangunan dan penebangan pohon pada hutan mangrove.

Pencemaran yang terjadi baik daratan maupun lautan dapat mencapai kawasan mangrove karena habitat ini merupakan ekosistem antara laut dan daratan. Bahan pencemar bisa seperti minyak, logam berat, limbah industri dan sampah yang dapat menutup akar mangrove sehingga menutupi kemampuan respirasi dan osmoregulasi tumbuhan mangrove yang pada akhirnya memyebabkan kematian.

Dimana hutan mangrove ini sangat penting bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat karena hutan mangrove memiliki peranan dan fungsi penting, baik itu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi dan fungsi wisata. Apabila hutan mangrove rusak atau bahkan hilang maka banyak kerugian yang harus ditanggung manusia, mahluk hidup lainnya bahkan lingkungan seperti moluska, kepiting, ikan, udang, biota laut dan kerusakan pantai dan lainnya.

Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka dengan tegas mendesak pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan peninjauan kembali serta menolak proses pengajuan Izin Alih Fungsi Hutan Mangrove oleh PT. IMIP demi perluasan Pelabuhan (Jetty) diwilayah Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali.

Tinggalkan Komentar Anda :