JATAM : DAMPAK TAMBANG MAKIN MEMPRIHATINKAN

Donggala, Metrosulawesi_ Temuan Koalisi Anti Mafia Tambang pada tanggal 15 Februari 2016 lalu yang dipaparkan digedung komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, Sulawesi Tengah adalah daerah yang paling mencatat perbaikan soal tumpang tindih izin usaha pertambangan di kawasan hutan, baik di bidang mineral maupun Batu Bara. Namun hal itu sangat kontras dengan fakta yang terjadi dilapangan.

Menurut Direktur Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, Syahrudin Ariestal Douw, SH, dalam rilisnya Jumat (19/2) menyatakan, kerusakan alam akibat ekstraksi tambang di Kabupaten Donggala, Sigi, Tolitoli dan Kota Palu semakin memprihatinkan.

“Kerusakan yang berdampak pada masyarakat dan keseimbangan lingkungan ini menjadi pemandangan setiap hari tanpa ada upaya perbaikan tata kelola” tulisnya.

Lautan aktivitas tambang mineral Sirtukil di Kabupaten Donggala, Sigi, Tolitoli dan Kota Palu perlu mendapatkan perhatian serius dari penegak hukum. Ekstrasksi yang serampangan itu bisa terlihat di sepanjang jalan Palu Donggala. Selain itu melakukan ekstraksi di pegunungan yang berdampak pada kerusakan alam, juga terjadi penimbunan/reklamasi pantai guna keperluan pembangunan pelabuhan khusus pengangkutan.

Etal sapaan akrabnya berpendapat, diduga perusahaan-perusahaan yang mereklamasi pantai untuk pembangunan pelabuhan itu tidak mengantongi izin dari instansi terkait.

Selain itu, beberapa perusahaan ditengarai melakukan aktivitas tanpa izin diberbagai macam daerah, seperti PT Nokilalaki Sembada di Palolo, PT Anugrah Batu Mulia, di Desa Beka, Kabupaten Sigi, PT Rajawali dan Surya Lima Perkasa di Tolitoli.

Selain itu, perusahaan yang melakukan aktivitas hingga saat ini tindak tunduk pada UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009.

“Sebab, rata-rata aktivitas galian mineral bukan logam (sirtu) tidak berada dalam wilayah izin usaha pertambangan,” bebernya.

Dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 lanjut dia lagi, mekanisme pemberian Izin Usaha Pertambangan harus melalui tahap awal yaitu penetapan wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Kemudian WIUP tersebut dilelang kepada perseroan atau badan hukum, sehingga pemenang lelalang WIUP baru bisa mengajukan permohonan IUP kepada pemerintah. Setelah selesai menyiapkan persyaratan dengan membuat AMDAL kemudian pemerintah mengeluarkan IUP kepada perusahaan yang berminat.

“Fakta diatas, hampir tidak ditemukan adanya proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan di Sulawesi Tengah, sehingga pemberian izin usaha pertambangan kepada perusahaan-perusahaan pertambangan di indikasikan melanggar norma hukum dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 bahkan perusahaan-perusahaan di atas telah melakukan aktivitas tanpa memperoleh Izin Usaha Pertambangan dari pemerintah setempat”,ungkapnya.

Jatam Sulteng mnedesak pemerintah Kabupaten yang baru saja memiliki Bupati, agar Bupatinya dalam mengeluarkan perizinan menggunakan standarisasi yang diatur dalam peraturan. Sehingga dampak kerugian negara bisa diminimalisir. Selain itu desakan kepada komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak hanya fokus terhadap perusahaan yang tumpang tindih, tetapi juga fokus pada perusahaan yang mendapatkan perizinan tanpa melalui tata cara yang diatur dalam hukum pertambangan khususnya Minerba. Sebab jumlah kerugian Negara akibat tidak sesuai dengan mekanisme karena tidak melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan juga sangat besar. Jatam juga menduga banyaknya keterlibatan kepala daerah dalam pemberian izin yang tidak sesuai prosedur.

“Kami berharap KPK dapat segera ke Sulawesi Tengah, dan akan kami tunjukan data pelanggaran tersebut. Sebab jika berharap pada institusi kepolisian yang ada didaerah ini, sangat mustahil untuk bisa menyelesaikannya. Buktinya beberapa kasus yang sudah dilaporkan pada Polda hingga kini tak kunjung bisa diselesaikan meski pengadilan telah berpendapat bahwa penghentian kasus tersebut tidak sah dilakukan oleh Polda Sulteng contoh kasus ini bisa terlihat pada penanganan tersangka kasus illegal mining PT Mutiara Alam Perkasa (MAP),” cetusnya.

Sumber : Metrosulawesi. Edisi: Sabtu, 20 Februari 2016

Komentar Anda :

Alamat email anda tidak akan disiarkan.