JATAM AKSI DI DINAS KEHUTANAN SULTENG

PALU – Sekitar belasan orang yang menamakan diri, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, melakukan unjuk rasa dihalaman kantor Dinas Kehutanan Sulteng, Jalan S Parman, kemarin (12/9).

Kekhawatiran terhadap keberlangsungan hutan akibat aktivitas pertambangan di Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli, membuat Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, melakukan unjuk rasa di halaman kantor Dinas Kehutanan (Dishut) Propinsi Sulteng.

Rombongan aksi, mendatangi Dinas Kehutanan terkait kekhawatiran terhadap keberlangsungan hutan, akibat adanya aktivitas penambangan di Kecamatan Dondo, Tolitoli.

Koordinator Lapangan aksi, Alkiyat J Dariseh, mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan, merupakan bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai tidak memperhatikan dampak usaha tersebut.

“Contohnya saja, ketika bencana terjadi, yang disalahkan adalah warga yang diklaim tidak bertanggung jawab. Padahal, itu semua merupakan buah dari kegiatan pertambangan, yang mana dikeluarkan izinnya oleh pemerintah,” ujarnya.

Dalam tuntutannya. Jatam Sulteng. Meminta tiga hal. Yakni mendesak Dishut SUlteng dan Dishut Kabupaten Tolitoli untuk memeriksa dugaan pengalifungsian sektor kehutanan ke sektor pertambangan. Jatam juga menolak aktivitas eksplorasi ataupun eksploitasi perusahaan tambang di Kecamatan Dondo, Tolitoli, dan meminta pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kecamatan Dondo, Tolitoli.

Berdasarkan versi Jatam Sulteng, ada 23 perusahaan tambang yang melakukan usaha eksplorasi yang berasa dikawasan hutan.

Guna mengakomodir aspirasi yang dibawa, kepala Bidang Planologi Dishut Propinsi Sulteng, Ir Syarifudin Natsir M. Si, menerima lima perwakilan dari pengunjuk rasa, untuk berdialog.

“Melalui forum ini, dibicarakan apa yang sebenarnya mereka inginkan, dan apa hasil yang mereka temukan dilapangan. Ini lebih bersifat dialog, supaya bisa dicari solusi,” ujar Syarifudin.

Lebih lanjut dijelaskan kepada perwakilan Jatam, bahwa yang mengeluarkan IUP adalah Bupati bukan Dishut Sulteng. Adapun jika kegiatan tersebut dilakukan dikawasan hutan, maka perusahaan tersebut harus mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagaimana diatur dalam PP no 24 tahun 2010 tentang penggunaan kawasan hutan, yang dikeluarkan oleh menteri.

“Sampai saat ini, tidak satupun IPPKH ada dikawasan Tolitoli. Dari 23 perusahaan tersebut. Baru ada enam yang mengurus. Itu pun, belum keluar, masih sementara proses. Jadi tidak boleh ada aktivitas pertambangan disana,” papar Syarifudin.(cr4)

Sumber : Radar Sulteng: Kamis, 13 September 2012

Tinggalkan Komentar Anda :