Eksploitasi Tambang, Potensi Bencana untuk Palu

Palu- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, menduga, bnajir bnadang yang terjadi pada tanggal 9 Juli 2019 di Kabupaten Morowali, diakibatkan adanya eksploitasi perusahaan-perusahaan tambang di wilayah hulu.

Jatam khawatir, bencana bnajir yang terjadi di Kabupaten Morowali juga sebenarnya mengancam Kota Palu. Hal ini seiring dengan massifnya penerbitan izin usaha pertambangan, baik oleh pemerintah daerah dan pusat dalam hal ini pertambangan pasir, batu dan kerikil.

Seriring dengan itu, benarkah izin-izin yang diterbitkan juga bertentangan dengan Peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah di area-area pertambangan yang dimaksud?

“Penerbitan izin pertambangan di Kota Palu sebenarnya menjadi ancaman bencana yang juga cukup serius. Berdasarkan hasil temuan Jatam, di beberapa tempat penerbitan IUP, juga ditetapkan dalam Perda RTRW Kota Palu Nomor 16 Tahun 2010-2030 sebagai kawasan rawan bencana,” kata Koordinator Pelaksana Jatam Sulteng, Moh. Taufik, Selasa (17/9).

Menurutnya, berdasarkan data yang dimiliki Jatam, terdapat 39 IUP operasi produksi untuk izin pertambangan pasir, batu dan kerikil di Kota Palu yang diterbitkan pemerintah daerah dan satu kontrak  karya yang diterbitkan oleh pemerintah pusat lewat Kementerian Energi dan sumber Daya Mineral (ESDM) untuk komoditas emas di kecamatan Mantikulore.

“39 IUP kegiatan pertambangan pasirm batu dan kerikil semua berada di Kecmatan Ulujadi. Dalam Perda RTRW Kota Palu Nomor 16, Kecamatan Ulujadi sendiri sebelum berpisah dari Kecamatan Palu Barat, sudah ditetapkan sebagai wilayah kawasan rawan bencana tanah longsor,” tuturnya.

Pihaknya juga khawatir, menyusul dirilisnya peta zonasi rawan bencana oleh pemerintah, pascabencana alam lalu, yang terbagi dalam empat kategori, yakni Zona Terlarang, Zona Terbatas, Zona Bersyarat dan Zona Pengembangan.

“Dalam pembagian zon aini, kecamatan Ulujadi masuk dalam Zona Terlarang dan Kecamaran Mantikulore masuk dalam Zona terbatas yang rawan likuifaksi,”ujarnya.

Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap izin-izin yang telah diterbitkan tersebut.

“Untuk pemerintah provinsi sendiri berdasarkan kewenangan yang diberikan, penting kiranya kembali melakukan moratorium izin tambang pasir Palu-Donggala yang sene;imnya sudah dikeluarkan di tahun 2016 dan berlaku sampai dengan tahun 2018,” tutupnya.

Sumber : Media Alkhairaat/ Edisi : 17 September 2019

Tinggalkan Komentar Anda :