BALAI BELAJAR LAUJE : MEMBAWA AKSARA KE “NGES ANIVU”

Nges Anivu-berarti mata air yang keluar dari akar pohon aren. Sepanjang aliran mata air tersebut, di situlah pemukiman komunitas masyarakat Lauje berbaris rapat, damai dan bersahaja. Oleh pemerintah, mengidentifikasi mereka sebagai “Komunitas Adat Terpencil (KAT)”. Oleh Organisasi Masyarakat Sipil (NGO), menyebutnya “Masyarakat Adat”.

Suku Lauje berbeda dengan suku-suku lain, kebiasaan mereka hidup di dataran tinggi dengan cara mempertahankan hidup yang berbeda pula, menyebabkan akses pendidikan terasa sulit untuk sampai kepada mereka.

Februari 2012- Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, mencoba menggagas satu bentuk pembelajaran keaksaraan yang berbasiskan Sumber Daya Alam, tradisi dan budaya di komunitas masyarakat Lauje, sebagai bentuk pendidikan alternatif. Hal ini disebabkan karena, diperkirakan lebih dari 1000 orang tua dan anak-anak suku lauje yang mendiami kecamatan Dondo, belum bisa membaca dan menulis dalam nuansa pendidikan modern. Mereka hidup serba terbatas dan akses yang sangat memprihatinkan terhadap dunia pendidikan.

Idea ini kemudian mendapat sambutan hangat dari masyarakat Lauje. Daibuatlah musyawarah, antara Jatam Sulawesi Tengah dengan Tokoh adat Lauje, beserta masyarakat, untuk mendapatkan keseia-sekataan. Dari hasil musyawarah tersebut didapatkan kesepakatan, untuk mendirikan sekolah alternatif yang kemudian dinamakan Balai Belajar Lauje (BBL). Awalnya, balai belajar ini baru memiliki 22 siswa. Namun, sesuai dengan berjalannya waktu, minat belajar masyarakat Lauje semakin meningkat. Sampai pada tahun 2013, jumlah siswa meningkat menjadi 83 orang, terdiri dari anak-anak dan orang tua.

Balai Belajar Lauje, mengajarkan banyak hal secara informal, ada pelajaran pola hidup sehat, belajar membuat anyaman yang baik dan menarik, belajar menjaga kelestarian lingkungan hidup, dengan pola belajar sambil bermain, selain itu, BBL tidak luput dari pembelajaran keaksaraan. Pelajaran menulis, menghitung dan berbicara yang baik dan benar, menurut mereka adalah pelajaran yang mutlak mereka terima. Kesadaran dan minat belajar masyarakat Lauje yang semakin hari semakin bertambah inilah, yang kemudian membangkitkan semangat antara kedua belah pihak yakni Jatam Sulawesi Tengah dan masyarakat Lauje untuk terus berusaha mendapatkan pola pembelajaran yang sesuai dengan karakter dan kondisi lingkungan mereka. Hingga di tahun 2014, Jatam Sulawesi Tengah, mencoba menginisiasi satu kegiatan “pelatihan relawan guru balai belajar.” Kegiatan ini dilaksanakan selama satu minggu di kota palu. Melalui kegiatan ini, selain melahirkan tenaga pengajar sebanyak enam orang, juga melahirkan satu rumusan baru, dalam bentuk Kurikulum Balai Belajar Lauje (KBBL)-Baca Kurikulum BBL.

Seiring berjalannya waktu, tentunya secara kuantitas, satu gedung balai belajar saja belum cukup untuk mengakomodir semangat mereka dalam belajar. Selain komunitas ini terpencar ditiga tempat yang agak berjauhan yakni: di dataran tinggi yang biasa mereka sebut “Nges Anivu”; di dataran rendah “Kinapasan”; ada juga yang bermukim di kuala Lais atau “Sibalaong”. Maka sesuai kesepakatan bersama, secara swadaya, dibangunlah gedung sederhana didua tempat berikutnya. Hingga di tahun 2015, tercatat ada lebih dari 100 siswa yang belajar di tiga tempat balai belajar tersebut.

Kehadiran BBL di tengah-tengah masyarakat Lauje, kini menjadi central pendidikan alternatif di komunitas ini.

“Kami sangat bersyukur dengan kehadiran BBL ini. BBL memberikan kami peluang untuk belajar menulis, menghitung dan banyak pelajaran lain, yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan kehidupan kami. Selain itu, yang membuat kami nyaman belajar, karena gurunya juga adalah orang Lauje. Jadi kami tidak malu belajar. ” kata salah seorang siswa.

“Selain itu juga, jadwal belajarnya tidak mengganggu pekerjaan kami sehari-hari. Kami masih bisa bekerja di lahan, masih bisa berburu, dan masih bisa menjalankan aktivitas lain.” Tambah pak Gau, salah satu relawan guru di BBL.

Mereka berharap, dengan hadirnya Balai Belajar di tengah-tengah mereka, kelak, generasi mereka tidak lagi gagap aksara maupun angka. Tidak mudah lagi mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari kalangan masyarakat luar, dan bisa hidup lebih mandiri lagi. Saat ini, kelangsungan proses belajar mengajar di BBL terus mengalami perbaikan demi perbaikan. BBL pun terus membuka diri pada siapa saja yang ingin menjadi donator buku. Semakin banyak bahan baca dan bahan tulis, masyarakat Lauje akan semakin keluar dari masalahnya.

Oleh : Kiyat JD

Tinggalkan Komentar Anda :