Donggala, Metrosulawesi.com – Penambangan batu dan pasir (galian-C) di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, diprotes oleh masyarakat Labuan Toposo. Pasalnya, perusahaan itu dinilai sudah banyak merugikan masyarakat. Warga juga mendesak pemerintah untuk mencabut izin pertambangan yang beroperasi di desa tersebut.
Salah seorang pemuda Desa Labuan Toposo, Liswanto, saat dihubungi media ini membenarkan adanya protes dari puluhan masyarakat atas aktifitas perusahaan itu. Menurutnya, protes warga ini akibat dampak aktifitas pertambangan yang sudah banyak merugikan harta benda masyarakat setempat.
“Setelah cukup lama melakukan penolakkan atas aktifitas pengerukkan material dialiran sungai yang berada di wilayah Desa kami, akhirnya hari ini, masyarakat Labuan Toposo berhasil mendesak pemerintah Desa untuk menggelar pertemuan dengan menghadirkan pihak perusahaan yakni CV. Lelea Ratan,” kata Liswanto, Senin (24/8/2015)
Liswanto menuturkan, sejak terjadinya banjir besar akhir tahun 2014 lalu, masyarakat mulai resah dengan aktifitas CV Lelea Ratan. Akibat keresahan itu, pada bulan Mei 2015, masyarakat Labuan Toposo memblokir aktifitas perusahaan itu.
“Karena pada saat banjir besar terjadi, banyak lahan kebun dan tanaman masyarakat rusak dan hanyut dibawa banjir. Bahkan rumah penduduk dan perabotanyapun hanyut disapu banjir,” tuturnya.
Selain itu, debu dan polusi udara juga menjadi momok menakutkan. Hal lainnya, beberapa titik sumur kecil milik masyarakat yang ada di sekitar sungai menjadi kering. Banjir besar itu juga mengakibatkan rusaknya bendungan Sambenusu dan terputusnya akses jalan penghubung antara desa Labuan Toposo dengan Desa Lumbubaka.
Hal inilah yang kemudian mendorong masyarakat untuk berusaha menghentikan aktifitas tambang CV Lelea Ratan. Sebelum melakukan aksi pemblokiran, masyarakat meminta kepada pihak Pemerintah desa untu melakukan pertemuan dengan menghadirkan pihak perusahaan, akan tetapi tidak mendapat tanggapan, akibatnya masyarakat mengambil tindakan dengan memblokir aktifitas perusahaan tersebut.
“Pada hari Jum’at, 14 Agustus 2015 kami kembali melakukan aksi pemblokiran. Sehingga pemerintah Kecamatan Labuan mengundang kami untuk membicarakan hal tersebut. Hari Sabtu,15 Agustus kami memenuhi udangan pemerintah Kecamatan Labuan. Kami bersyukur atas undangan tersebut, sehingga kami bisa menyampaikan apa keinginan kami selaku masyarakat dari Desa Labuaan Toposo,” jelas Liswanto.
Dalam pertemuan tersebut masyarakat menyampaikan apa yang menjadi tuntutan mereka. Intinya masyarakat Labuan Toposo menolak aktifitas tambang diwilayah sungai mereka, mengingat dampak yang sudah masyarakat rasakan selama ini. Selain itu mereka juga meminta pemerintah kecamatan bisa memfasilitasi pertemuan dengan menghadirkan masyarakat, Pemerintah Desa Labuan Toposo, serta pihak perusahaan.
Dari hasil dialog itu, disepakati pemerintah desa Labuan Toposo memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dangan pihak perusahaan atas rekomendasi Pemerintah Kecamatan Labuan.
“Jumat 21 Agustus Pemerintah Desa Labuan Toposo melaksanakan pertemuan di Kantor Desa Labuan Toposo dengan mengundang masyarakat juga pihak perusahaan. Sayangnya yang hadir dari pihak perusahaan hanyalah perwakilan dari pihak CV. Lelea Ratan dan CV Putra Labuan. Sementara Pihak dari CV Remethana tidak hadir.
Dari hasil pertemuan di kantor Desa Labuan Toposo menghasilkan berita acara yang di tanda tangani oleh 7 orang yakni 5 orang perwakilan masyarakat, Kepala Dusun II, Ketua LPM Desa Labuan Toposo dan mengetahui Kepala Desa Labuan Toposo Bapak Askar. Selain itu Berita acara tersebut juga dilampirkan absen tanda tangan 97 orang yang hadir saat pertemuan termasuk perwakilan dari pihak CV. Lelea Ratan bapak Alisan,” ungkapnya.
Dalam Berita Acara Kesepakatan Sosialisasi Tambang Galian C dengan Nomor : 224/pemdes-LT/VIII/2015 tersebut kata Liswanto, menyepakati dua poin pertama, memberhentikan perusahaan CV Lelea Ratan, CV Remetana, dan CV Putra Labuan yang beroperasi di sungai Labuan Toposo. Poinkedua, penagihan, penghitungan fee sisa jumlah retasi pemuatan seluruhnya.
Liswanto mengatakan, Pemerintah Kabupaten Donggala dalam hal ini Bapak Bupati harus secepatnya mencabut izin tiga perusahaan tersebut. Karena sejak awal proses pembuatan perizinannya tanpa melalui musyawarah dan kesepakatan dengan masyarakat Desa Labuan Toposo. Masyarakat juga berharap, DPRD Donggala dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah kiranya dapat mengambil tindakan dengan memeriksa kembali izin-izin usaha pertambangan yang beroperasi di wilayah sungai Desa Labuan Toposo.
“Sebaiknya, pemerintah daerah dan DPRD turun langsung meninjau lokasi dan berdialog dengan masyarakat agar bisa mengetahui secara persis apa permasalahan yang hadapi masyarakat. Masalah ini juga sudah pernah kami sampaikan setiap ada anggota DPRD yang turun reses di wilayah Kecamatan Labuan,” pungkasnya.
Oleh: Jose Rizal
Sumber: www.metrosulawesi.com edisi: August 27, 2015. Editor : Subandi Arya