JATAM Sulteng : Kebutuhan Izin Tambang

PALU_ Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menilai pengusulan perubahan fungsi kawasan hutan, diduga untuk kebutuhan izin tambang yang tersebar di Kabupaten/Kota di Sulteng.

“Kami menduga, di beberapa kabupaten, usulan rencana perubahan fungsi kawasan hutan sebenarnya untuk kebutuhan izin-izin tambang yang masuk dalam kawasan hutan, yang terkendala proses proses aktivitasnya, karena harus melakukan pengurusan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan”, Ujar Koordinator Pelaksana JATAM Moh. Taufik dalam rilis diterima media ini, Senin (2/21).

Ia mengatakan, luas kawasan itu tersebar di Kabupaten/kota diantaranya, Kabupaten Banggai, Donggala, Morowali, Morowali Utara, Parigi Moutong, Sigi, Tojo Una-Una, Tolitoli dan Kota Palu.

“Usulan perubahan fungsi kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Tengah dimohonkan Pemerintah daerah Provinsi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang kebutuhannya untuk revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) luasnya 157.594 hektare,” kata dia.

Menurutnya, dalam usulan perubahan fungsi yang mereka temukan, banyak kawasan hutan yang diubah fungsinya menjadi menjadi kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).

“Dan pengusulan perubahan ini yang kami duga untuk kebutunan izin tambang,” katanya.

Sebab kata dia, perusahaan-perusahaan tambang yang wilayahnya sudah menjadi APL tidak perlu lagi mengurus IPPKH.

Ia menyebutkan, salah satunya, mereka temukan di Kabupaten Banggai dengan total perubahan fungsi kawasan hutan mencapai 50.387 Ha menjadi APL.

Sehingga menurutnya lagi, pihaknya menduga pengusulan perubahan fungsi kawasan hutan untuk kebutuhan rencana Revisi RTRW, yang ada di beberapa Kabupaten di Sulawesi Tengah, diduga kebutuhannya hanya untuk mengakomodir kepentingan perusahaan perusahaan tambang yang terkendala dalam proses beroperasinya karena izin-izinnya yang masuk dalam akwasan hutan.

Dugaan ini diperkuat, seperti di Banggai pada Mei 2019, ditemukan 6 perusahaan tambang yang sudah mengantongi izin operasi produksi dari pemerintah daerah sejak  2017 yang sampai dengan 2019, belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kemudian kata dia, Kabupaten Tolitoli pada 2018 temuan JATAM aktivitas Pertambangan PT Prima Tambang Indonesia diduga masuk dalam kawasan hutan namun tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dari catatan mereka sampai tahun 2019, kawasan hutan diberikan untuk kegiatan pertambangan di Sulteng luasannya sudah mencapai 16.307 HA yang tersebar di Morowali Utara, untuk 15 perusahaan tambang.

Untuk itu, mereka mendesak pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak lagi memberikan status perubahan fungsi kawsan-kawasan hutan menjadi APL.

Ia mengatakan, hal ini akan mempercepat proses bertambahnya lahan kritis di Sulteng, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.306/menlhk/pdashl/das.0/7/2018 tercatat seluas 264.874 Ha, lahan baik di dalam maupun diluar kawasan hutan di Sulteng kritis.

Sumber : Media Alkhairaat\ Edisi : 3 Desember 2019

Tinggalkan Komentar Anda :