Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 869 Tahun 2014, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki luas kawasan hutan sekitar 4.274.687 Ha. Atau mencakup 65,24 persen dari luasan wilayah Provinsi yang berkisar 6.552.672 Ha. Penduduk yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan 429.245 jiwa atau mencapai 25 persen dari jumlah penduduk Sulteng.
Hampir di semua Kabupaten yang ada di sulawesi Tengah, teridentifikasi ada sebanyak 18 perusahaan pertambangan masuk dan beroperasi dalam kawasan hutan konservasi yakni: PT. Citra Palu Mineral; PT. Banggai Kencana Permai; PT. Bangun Bumi Makmur; PT. Indonikel Karya Pratama; PT. Cahaya Triwiana; PT. Mitra Celebes Stell Indonesia; PT. Mutiara Alam Perkasa; PT. Trimenara Larasindo; PT. Gema Ripah Pratama; PT. Mahkota Mega Lestari; PT. Sinar Morokarta Perkasa; PT. Charlye Sapa Prima;PT. Bumi Makmur Raya; PT. Ermus Energindo; PT. Genesis Berkat Utama; PT. Ina Abacus Mining;PT. MBH Multi Resource; PT. Gorontalo Sejahera Mining. Selain itu, terhitung ada 85 izin pertambangan yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung.
Pemberian Izin Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan Konservasi dan Kawasan Hutan Lindung di Sulawesi Tengah menurut hemat kami (JATAM Sulteng) merupakan hal yang sangat fatal, mengingat status kawasan ini sebagai fungsi penyangga disemua Kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah. Apalagi pemberian izin usaha pertambangan ini tak tangung-tanggung luasannya mencapai ratusan hektare seperti izin yang di kantongi PT. Genesis Berkat Utama di Kabupaten Tolitoli yang masuk dalam kawasan Cagar Alam Tinombala yang mencapai 1192 Ha, PT. PT. Bumi Makmur Raya di Kabupaten Poso seluas 297 Ha yang masuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu. PT. Carlie Sapa Prima 936 Ha di Kabupaten Parigi Moutong yang masuk dalam kawasan Cagar Alam Pangi Binangga. PT. Tri Menara Larasindo di Kabupaten Donggal yang luasnya mencapai 419 Ha yang masuk dalam kawasan cagar Alam Gunung Sojol.
Dalam peraturan perundang-undangan, alih fungsi kawasan hutan memang diperbolehkan. Namun perlu digarisbawahi, ada aturannya. Bahwa dalam pasal 19 ayat (1) UU. No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Ini menegaskan bahwa alih fungsi kawasan hutan tidak boleh dilakukan secara sembarang. Juga telah ditegaskan bahwa hutan yang dapat dialihfungsikan adalah hutan yang dapat dikonversi. Namun pada kenyataanya di Sulawesi Tengah banyak kawasan Hutan Lindung, bahkan Hutan Konservasi yang dijadikan sebagai lahan pertambangan. Padahal telah jelas ditegaskan dalam pasal 38 ayat (4) UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, bahwa dilarang keras malakukan aktivitas penambangan dalam kawasan hutan lindung, dan bagi yang melanggar itu adalah tindak pidana.
Melalui ini, JATAM Sulteng berpandangan bahwa tidak ada ketegasan dari pemerintah Provinsi dalam menata kawasan hutan di Sulawesi Tengah. Hal ini menandakan bahwa sektor petambangan masih dipandang sebagai primadona dalam meningkatkan pendapatan daerah, meskipun harus mengesampingkan masa depan ribuan jiwa masyarakat Sulteng yang menggantungkan hidupnya pada Sumber Daya Hutan.
Eksekutif Advokasi & Kampanye
JATAM Sulawesi Tengah
Moh. Taufik