Dugaan pencemaran lingkungan oleh pabrik pemurnian biji nikel milik PT Central Omega Resources Industri Indonesia (COR II), kian menguat salah satu indikatornya yakni belum memiliki tempat penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3.
Hal itu diketahui setelah Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Morowali Utara (Morut) menerbitkan surat rekomendasi terhadap perusahaan tersebut. Berdasarkan surat DLHD Morut nomor 660/165/DLHD/XII/2017 yang diperoleh Radar Sulteng, memuat 8 poin temuan sekaligus rekomendasi yang wajib dilaksanakan PT COR II. Surat tersebut terbit setelah DLHD Morut melakukan pemeriksaan atau verifikasi di lingkungan smeelter PT COR II di Dusun V Lambolo, Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, 23 November 2017 lalu.
Pada poin pertama lampiran surat tersebut, PT COR II diketahui tidak memiliki izin pembuangan limbah cair sesuai dengan rujukan peraturan menteri Ligkungan Hidup (Permen LH) nomor 05/20014 tentang baku mutu limbah cair dan permen LH nomor 9/2006 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan biji nikel. Selanjutnya, petugas DLHD Morut menemukan tidak memiliki izin pemanfaatan slag nikel, berhubungan slag sudah dimanfaatkan di area lokasi pabrik dan perkantoran yang sesuai rujukan PP Nomor 101/2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. PT COR II ternyata tidak membuat kolam outlet dan perbaikan terhadap drainase disekitar kawasan pabrik agar tidak erjadi pendangkalan di pinggir laut, memperbaiki drainase IPAL inlet. Mereka juga tidak memasang alat uji emisi pada cerobong pabrik. Kondisi terparah atas keberadaan pabrik ini yakni belum memiliki tempat penyimpanan limabh B3.
Dari pemeriksaan lapangan, DLHD Morut kemudian mengeluarkan rekomendasi agar untuk di patuhi PT COR II seperti memaksimalkan fungsi alat dust collector untuk mengurangi tingkat pencemaran udara sesuai rujukan PP Nomor 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Selain itu, perusahaan wajib melakukan pemantauan kualitas lingkungan, air, udara dan tanah sebulan sekali dan pelaporan setiap enam bulan ke DLHD Daerah hingga ketingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Hal terpenting yakni mengurus izin tempat penyimpanan limbah B3 sesuai rujukan PP nomor 101/2014. Kepala DLHD Morut Pata Toba, membenarkan keabsahan tersebut. Surat ini merupakan tindak lanjut dari surat Kementerian Sekertaris Negara Nomor B-4776/Kemensetneg/D-2/DM.05/10/2017 tentang dugaan pencemaran lingkungan oleh pabrik smelter pemurnian biji nikel milik PT COR II. Namun menurut Pata Toba, petugas Bidang Pengawasan DLHD Morut yang melakukan peninjauan terbaru melaporkan PT COR II telah menindaklanjuti surat tersebut. Antara pembenahan IPAL dan penggantian dust collector atau saringan debu cerobong. “pihak COR II mengakui bahwa saringan debu itu sudah aus. Janjinya mereka akan ganti,” ujarnya. Beberapa poin lainnya, dia belum bisa memastikan apa yang telah dilakukan PT COR terhadap rekomendasi pasca pemeriksaan lapanganoleh DLHD Morut. “pegawai yang membidangi pengawasan ini masih ikut pendidikan diluar daerah. Nanti saya kabari perkembangan selanjutnya,” sebut patta.
Dihubungi terpisah, Humas Eksternal PT COR II Ratnawati mengakui pihaknya telah menerima surat dari DLHD Morut. Beberapa poin rekomendasi menurutnya telah dipenuhi. Kepastian ini sesuai laporan yang diterimanya dari Divisi Tekhnologi PT COR II, Fahrul Ismail. “ada yang sudah kami lakukan, selebihnya masih dalam proses sesuai rekomendasi DLHD Morut. Pelaksanaanya sudah kami laporkan melalui surat ke dinas tersebut,” jelas Ratna.