• Indeks
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
Senin 6 Oktober, 2025
JATAM SULTENG
  • Siaran Pers
  • Berita
  • Artikel
  • Terbitan
    • Buletin Jatamers
    • Bahan Bacaan
  • Galeri
    • Foto
    • Video
No Result
View All Result
  • Siaran Pers
  • Berita
  • Artikel
  • Terbitan
    • Buletin Jatamers
    • Bahan Bacaan
  • Galeri
    • Foto
    • Video
No Result
View All Result
JATAM SULTENG
No Result
View All Result
Foto : Ilustrasi

Foto : Ilustrasi

PERUBAHAN SISTEM, BUKAN SUBTITUSI ENERGI! Lawan & Tandingi Terus Ekstraktivisme Berkedok Ekonomi Hijau

by JATAM SULTENG
15 November 2022
in Siaran Pers
Bagikan!Bagikan!Bagikan!

Siaran Pers Rakyat Tolak Agenda Tipu-tipu COP27 dan G20 (14/11/2022)

Wacana transisi energi yang saat ini tengah didorong dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali dan COP27 di Sharm El Sheikh, Mesir, sejatinya adalah tipu-tipu para pebisnis industri tambang dan energi untuk terus melanggengkan bisnis kotornya. Termasuk oleh oligark tambang dan energi di Indonesia, yang saat ini dan ke depannya, akan mendulang untung dari bisnis tambang dan energi berkedok ekonomi hijau, rendah karbon, energi baru, hingga transisi energi.

Celakanya, seiring dengan populernya bahasa krisis iklim, terjadi juga pemalsuan jalan cerita kapitalisme untuk berkompromi dengan keadaan melalui tawaran label “ekonomi hijau” hingga “transisi energi”, yang sesungguhnya tak lebih dari upaya sistematis untuk tetap dipertahankannya model ekonomi yang disokong dan dimonopoli oleh ekstraktif kapital.

Di balik jargon-jargon yang diklaim sebagai solusi ini, sejatinya tidak ada niat dan kesungguhan untuk mengatasi krisis iklim; tidak ada perombakan sistem politik energi yang selama ini terbukti gagal dan menjadi penyumbang terbesar krisis iklim saat ini.

Nyatanya, kapasitas produksi-konsumsi energi listrik tiap tahunnya terus ditingkatkan, hanya sekadar menambah komoditas sumber energinya, termasuk slogannya, dari energi fosil ditambah dengan “energi baru dan energi terbarukan”; dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik yang diklaim “rendah karbon”.

Faktanya, konsumsi energi global terus digenjot, dari 2,9 persen pada tahun 2018, dalam skenario business as usual tingkat konsumsi energi global akan mencapai pertumbuhan sebesar 30 persen-atau setara 740 terrajoule-di tahun 2040[1].

Demikian juga dengan trend permintaan kendaraan listrik (electric vehicles/EV) yang terus meningkat tajam. International Energy Agency (IEA) mencatat, penjualan kendaraan listrik meningkat, dari hanya 120.000 mobil listrik pada tahun 2012 menjadi 6,6 juta kendaraan listrik pada tahun 2021[2]. Peningkatan permintaan dan penjualan EV itu juga telah memicu perluasan pembongkaran nikel, kobalt, lithium, mangan dan bahan baku materai listrik lainnya di berbagai negara, salah satunya Indonesia[3].

Indonesia Sebagai Pelayan Ekstraktif Kapital

Dalam pemenuhan energi listrik, Indonesia masih bergantung pada batubara, dengan jumlah sebanyak 65,8 persen dari total bauran energi pada tahun 2021. Merujuk pada Rencana usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 PLN, produksi tenaga listrik dari batubara ini diproyeksikan bertambah sebanyak 69.702 gigawatt-hours (GWh) hingga 2030[4].

Sementara bauran energi terbesar kedua berasal dari gas. Persentasenya mencapai 17,5 persen pada tahun lalu, meski lebih rendah dari targetnya yang sebesar 21,9 persen. Pada 2022, bauran energi dari gas direncanakan sebesar 16,7 persen[5].

Sementara nikel, salah satu komponen penting baterai listrik, meski secara global masih didominasi untuk produksi baja (sekitar 70 persen). Namun ke depan, pasokan nikel untuk kebutuhan baterai listrik ini akan menjadi yang terbesar ketiga dari total permintaan nikel pada tahun 2030[6]. Pada tahun 2019, permintaan nikel global mencapai 5-8 persen untuk kebutuhan baterai, atau sebesar 162 kiloton dan dapat meningkat hingga 265 kiloton pada tahun 2030.

Tingkat konsumsi energi yang demikian besar itu, telah memicu perluasan ekstraksi sumber energi primer, salah satunya batubara.[7]. Di Indonesia, yang mengaku serius mengatasi krisis iklim, target produksi terus meningkat dari sekitar 557,54 juta ton pada 2020, ditargetkan akan meningkat di angka 663 juta ton[8]. Dari total produksi itu, pemanfaatan batubara dalam negeri ditargetkan juga naik, dari sebelumnya bekisar 133 juta ton menjadi 165,7 juta ton.

Pembongkaran batubara yang terus meningkat itu, salah satunya diproyeksikan untuk menyokong kebutuhan energi listrik dari penambangan nikel dan smelter untuk produksi baterai kendaraan listrik. Saat ini, Indonesia yang menargetkan pengembangan 53 smelter nikel. Kebutuhan listrik untuk mengoperasikan smelter nikel, bauksit, tembaga, besi, mangan, hingga timbal dan seng diperkirakan mencapai 5.600 Mega Watt (MW)[9].

Demikian juga dengan ekstraksi nikel untuk menyuplai kebutuhan produksi baja dan baterai listrik. Trend produksi nikel di Indonesia terus meningkat, dari sebesar 927.900 ton pada 2018, menjadi sebesar 2,47 juta ton pada tahun 2021. Pada tahun 2022, Kementerian ESDM menargetkan produksi olahan nikel mencapai 2,58 juta ton[10].

Penyemaian Bencana-Terorganisir

Seluruh cerita ekstraksi sumber energi primer, berikut upaya pengurangan konsumsi atas energi fosil ke “energi baru dan energi terbarukan”, dan pembongkaran bahan baku kendaraan listrik yang diklaim sebagai pembangunan “rendah karbon” justru memunculkan persoalan baru yang juga memperburuk krisis iklim itu sendiri.

Pembongkaran batubara di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua hingga distribusi dan proses pembakarannya di pabrik-pabrik pembangkit listrik, termasuk milik industri smelter nikel, meninggalkan daya rusak yang dahsyat, tak terpulihkan. Di Kalimantan Timur, perluasan pembongkaran menyebabkan alih fungsi lahan dalam skala besar, perusakan kawasan hutan, penggusuran pemukiman warga, menewaskan lebih 40 anak akibat tenggelam di lubang tambang batubara[11], hingga tercemarnya air tanah dan air permukaan.

Dari 17 sampel air yang diambil dari tambang-tambang batubara beserta jalur air di sekelilingnya, JATAM menemukan sebanyak 15 sampel mengandung konsentrasi aluminum, besi, mangan, juga tingkat keasaman (pH) tinggi yang berdaya rusak terhadap kesehatan warga, produksi tanaman, dan budidaya ikan[12].

Demikian juga dengan ekstraksi nikel di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, hingga Papua yang semuanya diklaim untuk mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Pembongkaran nikel di sejumlah wilayah itu telah meningkatkan laju perluasan kerusakan ruang pangan, baik di daratan, pesisir, maupun pulau-pulau kecil[13].

Air yang esensial bagi kehidupan warga juga tercemar, sebagaimana terjadi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, hingga Papua.[14] [15] [16] [17] [18] Demikian juga dengan kawasan hutan yang sejak tahun 2009 hingga 2021 terdapat sekitar 41.406,37 hektar hutan alam dibabat tambang nikel. Perusakan kawasan hutan ini memicu banjir bandang berulang dimusim hujan. Hal ini sudah sering terjadi di kawasan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan wilayah operasi PT Aneka tambang (ANTAM) di Maluku Utara[19] [20] dan kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah[21].

Dalam operasinya, penambangan dan pengembangan smelter nikel untuk baterai kendaraan listrik itu juga disokong oleh energi listrik batubara. Di kawasan IMIP saja, misalnya, tak kurang dari 10 pembangkit listrik bertenaga batubara dibangun. Akibatnya, warga dan buruh di kawasan IMIP menderita berbagai jenis penyakit akut, salah satunya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang terus meningkat, bahkan sepanjang Januari hingga Juni 2020 lalu saja, terdapat 26.226 penderita ISPA[22].

Buasnya industri ekstraktif di atas belum termasuk dengan rencana pembuangan limbah tailing ke laut dalam melalui Deep Sea Tailing Placement (DSTP) di perairan Morowali dan perairan Pulau Obi. Proyek DSTP ini mempertaruhkan keselamatan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan sumber daya perikanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan dan penghidupan, khususnya nelayan skala kecil atau nelayan tradisional yang hidupnya sangat tergantung kepada sumber daya kelautan dan perikanan. Setidaknya, terdapat lebih dari 7000 keluarga nelayan perikanan tangkap di Morowali dan 3.343 keluarga nelayan perikanan tangkap di Pulau Obi yang terancam[23].

Bahkan, perluasan pembongkaran mineral nikel yang, selain mendapat perlakuan istimewa dari pengurus negara, juga seringkali dibarengi dengan kekerasan dan intimidasi terhadap warga yang mempertahankan tanah-ruang hidupnya. Sebagian dari banyak contoh atas kekerasan negara dan korporasi ini, terjadi di pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara dimana 30 orang warga tolak tambang PT Gema Kreasi Perdana (Harita Group) dilaporkan ke polisi[24]; lalu di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, enam orang dikriminalisasi oleh pihak PT Vale Indonesia[25]; dan di Weda, Halmahera Tengah, tempat dimana PT IWIP beroperasi, satu orang dipenjara hanya karena menolak tanahnya dijual[26].

Sama halnya dengan penambangan panas bumi yang diklaim “ramah lingkungan” dan terbarukan. Gangguan atau teror atas hidup warga sehari-hari terus berlangsung, dimulai dari perambahan lahan produksi warga, ekstraksi dan pencemaran bentang-bentang air, pencemaran panas dan pencemaran bising dari pengerahan mesin-mesin pembongkar dan penggali sumur, perakitan pipa-pipa raksasa pengalir fluida, kincir-kincir pendingin dan kincir raksasa pembangkit tenaga listrik, sampai pemasangan jalinan kabel transmisi dan distribusinya[27].

Situasi ini tengah dialami oleh lebih dari 350 sasaran mata bor tambang panas bumi di seluruh kepulauan Indonesia, dari rencana proyek Gunung Geureudong di ujung pulau Sumatera, sampai dengan wilayah-wilayah sasaran di area kepala burung Papua. Seluruh rerantai operasi bisnis pembangkitan listrik dengan penambangan panas bumi, termasuk proses produksi instrumen regulasi sebagai komoditi esensial bagi industri berbahaya ini, menuntut kesuka-relaan rakyat untuk dibatalkan kemerdekaannya, dicabut hak-haknya, ikhlas mengorbankan nafkah turun-temurun, rumah-kehidupannya, terluka, bahkan hilang nyawa[28].

Dengan demikian, operasi buas ekstraktif kapital melalui pembongkaran bahan material tambang dan energi, termasuk penambangan air besar-besaran sebagai pendukung industri ekstraktif tersebut, adalah untuk memenuhi cara hidup urbanisme industrial yang bukan warisan leluhur masyarakat di garis depan krisis. Transisi ekonomi dan substitusi energi lama ke energi baru itu hanya mengganti slogan dan sokongan bahan bakar fosil ke energi terbarukan atau rendah karbon yang, dalam proses untuk menghasilkan energi dan komoditi baru ini, ekstraksi hanya berpindah lokasi, daya rusaknya sama. Dan, inilah cara kerja ekstraktif kapital.

Narahubung:

Ernest Teredi (Flores), +62 812-8520-9997. Rabul Sawal (Halmahera), +62 822-9292-9829. Siti Mufaidah (Dieng), +62 822-2156-7159. Lian Gogali (Poso), +62 815-2374-1142. Mareta Sari (JATAM Kaltim), +62 852-5072-9164. Taufik (JATAM Sulteng), +62 822-9209-5416. Ki Bagus (JATAM), +62 857-8198-5822. Reza (KRuHA), +62 813-7060-1441

[1] https://www.theworldcounts.com/challenges/climate-change/energy/global-energy-consumption

[2] https://www.iea.org/reports/electric-vehicles#:~:text=available persen20charging persen20stations.-,Investment,the persen20transport persen20sector persen20in persen202021

[3] https://www.nature.com/articles/d41586-021-02222-1

[4] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/23/listrik-batu-bara-diproyeksikan-bertambah-69702-gwh-hingga-2030

[5] https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/mayoritas-bauran-energi-primer-indonesia-dari-batu-bara

[6] https://www.csis.org/analysis/indonesias-nickel-industrial-strategy

[7] ​​https://yearbook.enerdata.net/total-energy/world-consumption-statistics.html

[8] ​​https://ekonomi.bisnis.com/read/20220112/44/1488459/esdm-bidik-target-produksi-663-juta-ton-batu-bara-pada-2022

[9] https://gatrik.esdm.go.id/assets/uploads/download_index/files/be8be-materi-3-minerba-kebutuhan-tenaga-listrik-smelter-dan-hilirisasi-batubara.pdf

[10] https://ekonomi.bisnis.com/read/20220512/44/1532379/cadangan-berlimpah-ini-target-produksi-olahan-nikel-indonesia

[11] https://betahita.id/news/detail/6738/lagi-lubang-tambang-tewaskan-korban-ke-40-di-kaltim.html.html

[12] https://www.jatam.org/wp-content/uploads/2017/05/HungryCoal_Bahasa_Indonesia-1.pdf

[13] ​​https://www.jatam.org/pulau-kecil-indonesia-tanah-air-tambang-2/

[14] https://jatamsulteng.org/dikepung-tambang-nikel-warga-pongian-krisis-air-bersih/

[15] ​​https://kendariinfo.com/sumber-air-3-desa-di-konut-tercemar-akibat-aktivitas-tambang-nikel/

[16] https://www.mongabay.co.id/2020/12/18/kerukan-tambang-sungai-tercemar-dan-protes-warga-trans-waleh/

[17] https://www.aspirasipress.com/2022/01/perairan-pulau-obi-tercemar-limbah.html

[18] ​​https://betahita.id/news/detail/6828/papua-dugaan-tambang-nikel-di-balik-proyek-plta-mamberamo-.html.html

[19] https://beritadetik.id/2022/08/20/banjir-kepung-tambang-pt-iwip-halmahera-tengah-akses-jalan-lintas-weda-patani-lumpuh-total/

[20] ​​https://www.mongabay.co.id/2021/05/04/tambang-antam-cemari-pesisir-halmahera-timur/

[21] https://jatamsulteng.org/banjir-terus-jatam-sulteng-desak-pemerintah-lakukan-audit-lingkungan-di-kawasan-pt-imip/

[22] https://betahita.id/news/detail/6017/peneliti-warga-dan-pekerja-industri-nikel-morowali-sakit-ispa.html.html

[23] https://www.jatam.org/proyek-pembuangan-tailing-bawah-laut-membunuh-masyarakat-pesisir-dan-pulau-kecil/

[24] https://www.mongabay.co.id/2022/04/07/bawa-suara-ke-ibukota-warga-wawonii-minta-operasi-tambang-dihentikan/

[25] ​​https://www.change.org/p/hentikan-kriminalisasi-aktivis-masyarakat-adat-lingkar-tambang-pt-vale-bebaskanulladkk

[26] https://betahita.id/news/detail/7992/mereka-yang-melawan-dan-tersingkir-lantaran-nikel.html?v=1664358309

[27] ​​https://www.jatam.org/menggugat-industri-ekstraksi-panas-bumi-untuk-pembangkitan-listrik-di-indonesia/

[28] ​​https://www.jatam.org/ekspansi-industri-panas-bumi-jalan-panjang-penyemaian-bencana-terorganisir/

Previous Post

JATAM SULTENG DESAK PEMDA MOROWALI MENGHENTIKAN AKTIVITAS PT. BTIIG

Next Post

Evaluasi dan Perbaikan Keselamatan Pekerja Nikel Harus Jadi Implementasi Kesepakatan Iklim Paris

Related Posts

HATAM 2025: Sulteng Bangkrut!
Siaran Pers

HATAM 2025: Sulteng Bangkrut!

17 Agustus 2025
HATAM 2025 “Melawan Ekstraktivisme, Merawat Hidup, Menyatukan Perlawanan”
Siaran Pers

HATAM 2025 “Melawan Ekstraktivisme, Merawat Hidup, Menyatukan Perlawanan”

3 Mei 2025
Siaran Pers: RUU Minerba Disahkan, Bukti Senayan adalah Panggung Sirkus untuk Berbisnis
Siaran Pers

Siaran Pers: RUU Minerba Disahkan, Bukti Senayan adalah Panggung Sirkus untuk Berbisnis

19 Februari 2025
Next Post
Indonesia dan Tesla Kerjasama, Jatam Sulteng Soroti Ancaman Masalah Lingkungan

Evaluasi dan Perbaikan Keselamatan Pekerja Nikel Harus Jadi Implementasi Kesepakatan Iklim Paris

6 Tambang Nikel di Banggai Diduga Tanpa IPPKH. JATAM: Jangan Biarkan Beroperasi!

Arogansi PT GNI dan Jejaring Kepentingan Elit Politik di Balik Peristiwa Bentrokan TKI dan TKA di Morowali Utara

Discussion about this post

Informasi Terpopuler :

  • Cabut Izin Usaha Pertambangan PT. Sumber Swarna Pratama (PT. SSP)  di Kabupaten Morowali Utara

    Cabut Izin Usaha Pertambangan PT. Sumber Swarna Pratama (PT. SSP) di Kabupaten Morowali Utara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • HATAM 2025: Sulteng Bangkrut!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Enam Perusahaan Tambang di Banggai Tidak Kantongi IPPKH

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diduga Jadi Penyebab Banjir di Morut, JATAM Desak Inspektur Tambang Evaluasi Aktivitas Pertambangan Nikel di Wilayah Pesisir Teluk Tomori

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tolak Tambang di Desanya, Perwakilan Warga Desa Lelang Matamaling Temui Pemprov dan DPRD Sulteng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Informasi Terkini :

Masyarakat Desa Lelang Matamaling berharap secepatnya ada keputusan dari Pemprov sehingga masalah ini tidak berlarut-larut.

Tolak Tambang di Desanya, Perwakilan Warga Desa Lelang Matamaling Temui Pemprov dan DPRD Sulteng

17 Agustus 2025
Warga Bangkep Tolak Tambang Batu Gamping, Ancam Kawasan Karst dan Sumber Mata Air

Warga Bangkep Tolak Tambang Batu Gamping, Ancam Kawasan Karst dan Sumber Mata Air

14 Juli 2025
SIARAN PERS – PEKERJA ILLEGAL

JATAM Sulteng Tantang Aparat Tindak PETI Lobu-Taopa

29 Juni 2025
JATAM SULTENG

Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah Adalah Organisasi Non Pemerintah yang Bekerja untuk Meluaskan Informasi dan Advokasi akan Dampak Negatif Industri Tambang.

Konstituen :

JATAM Nasional - JATAM Kaltim - JATAM Kaltara

  • Indeks
  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi

© 2019 - 2025 | JATAMSulteng.org | All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Siaran Pers
  • Berita
  • Artikel
  • Terbitan
    • Buletin Jatamers
    • Bahan Bacaan
  • Galeri
    • Foto
    • Video

© 2019 - 2025 | JATAMSulteng.org | All Rights Reserved.