MERASA ASPIRASINYA TIDAK DIHIRAUKAN INVESTOR DAN PEMDA BANGKEP, MASYARAKAT LELANG MATAMALING TURUN LANGSUNG USIR INVESTOR TAMBANG
Pada hari ini, rabu 13 November 2024, puluhan masyarakat Desa Lelang Matamaling datangi Kantor Camat Buko Selatan untuk menanyakan sikap pemerintah yang terkesan tidak peduli pada upaya penolakan Tambang Gamping di wilayah mereka. Warga geram atas progres pertambangan yang terus berjalan di desa mereka mulai dari pembelian lahan, pengukuran lahan dan penanaman patok pelabuhan jetty.
Abdul Hadi, korlap Desa Lelang Matamaling mengaku heran karena warga sudah melakukan prosedur penolakan melalui forum resmi antara warga masyarakat dan Pemerintah Desa pada Mei 2024 yang memutuskan penolakan warga atas aktivitas tambang di Desa Lelang Matamaling, tetapi tidak diakomodir oleh pemerintah.
Menurut Bambang, warga Matamaling, sudah ada musyawarah bersama dan keputusannya adalah tolak tambang batu gamping. “Kami sudah menyurat ke Bupati dan Polres tapi macam dorang tidak hitung Torang ini masyarakat kecil. Setiap ada gerakan bukan Pemerintah Kabupaten yang turun, malahan polisi lebeh rajin turun lapangan. Apa maksudnya ini? Mo kase takot masyarakat?” Ucap Bambang.
Oleh sebab itu, setelah dialog di kantor camat, dengan pengawalan Pemerintah Kecamatan Buko Selatan, POLSEK Buko-Buko Selatan, Koramil Buko-Buko Selatan, warga mengusir langsung para investor yang menyewa salah rumah warga untuk dijadikan kantor yang selama beberapa bulan ini meresahkan masyarakat di Desa Lelang Matamaling.
Tiba di sana, tempat tersebut sudah kosong karena para investor sudah melarikan diri tetapi warga tetap menyegel rumah/kantor yang selama ini mereka jadikan tempat beraktivitas.
Irwanto DJ, pemerhati lingkungan hidup mengatakan bahwa tidak ada satupun legal standing dari para investor yang dapat dijadikan kekuatan sebab semua WIUP tataruangnya bermasalah dan dipaksakan.
Sebagai informasi, pada tahun 2023 gubernur menerbitkan 4 WIUP tambang batu gamping yang wilayah izinnya masuk Desa Lelang Matamaling yaitu PT Prima Tambang Semesta (199 hektar), PT Gamping Sejahtera Mandiri (199 hektar), PT Gamping Bumi Asia (199 hektar) dan PT Defia Anugrah Sejahtera (99,24 hektar).
Warga menolak kegiatan pertambangan di wilayah mereka karena sumber penghidupan warga adalah bertani dan nelayan. Warga juga khawatir aktivitas perusahaan mengancam sumber air mereka sebagaimana yang telah mereka lihat wilayah-wilayah pusat eksploitasi tambang seperti di Morowali dan kabupaten lainnya. Pada 5 Mei 2024 yang lalu telah dilakukan musyawarah di kantor Desa Lelang Matamaling yang salah satu keputusannya adalah pihak investor dalam 3X24 Jam harus angkat kaki dari Desa Lelang Matamaling, namun tidak diindahkan.