Puluhan masyarakat dan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Lingkungan dan Hak Azasi Manusia (FORMAL-HAM) menggelar aksi damai di Kantor DPRD Donggala, Selasa (8/8/2017). Massa aksi yang sebagian besar merupakan masyarakat terdampak tambang di Kecamatan Labuan ini mendesak pemerintah setempat untuk menghentikan seluruh aktifitas perusahaan tambang yang telah merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) Labuan.
“Pengerukan pasir, batu dan kerikil oleh perusahaan tambang telah lama menghancurkan DAS Labuan. Akibatnya, DAS Labuan sebagai salah satu sumber air bagi warga setempat tercemar, bahkan terancam hilang,” ujar Moh Taufik, Koordinator FORMAL-HAM.
Taufik menjelaskan kurang lebih tiga puluh tahun terakhir, terdapat 19 perusahaan tambang yang mengeruk bahan tambang di sepanjang jalur DAS Labuan. Perusahaan-perusahaan itu diantaranya; PT. Intan Megalit; PT. Mapalus Jaya; PT. Wahana; PT. Adas Sejahtera; PT. Joyomi; PT. Labuan Lelea Ratan; PT. Putra Labuan; PT. Surya Labuan Sari; PT. Adi Rahmat Mandiri; PT. Labuan Putra Kor; PT. AJK; PT. Labuan Mini; PT. Sarana Abadi; PT. Kosuneng; CV. Tri Remetana Labuan; PT. Panimba Perkasa; dan PT. Kurnia Batu Alam.
“19 perusahaan yang mengepung sepanjang DAS Labuan itu, sudah jelas tumpang tindih dari sisi perizinan. Belum lagi perusahaan yang izinnya sudah berakhir yang dipastikan tidak akan beroperasi lagi, seperti PT. Intan Megalit, PT. Mapalus Jaya dan PT. Wahana. Ketiga perusahaan ini tidak melakukan reklamasi pasca tambang,” ungkap Taufik.
Taufik yang juga Aktivis JATAM Sulteng ini khawatir dengan bekas galian tambang pihak perusahaan dibiarkan begitu saja, tanpa upaya rahabilitasi, menjadi bom waktu jika sewaktu-waktu intensitas curah hujan tinggi.
Taufik juga membeberkan sikap dan perlakuan perusahaan tambang yang masa bodoh dengan karyawan perusahaan. Keluhan terkait tidak adanya asuransi dan keselamatan kerja tidak di gubris pihak perusahaan.
“Satu contoh kasus dialami langsung Pak Ilyas, seorang warga yang bekerja di PT. Panimba Perkasa. Sepulang kerja dan belum sempat tiba di rumah mengalami kecelakaan lalu lintas, akibatnya beliau cidera pada kaki dan tangan namun dari pihak perusahaan sama sekali tidak memberi santunan, bahkan gaji pokoknya tidak dibayarkan selama dua bulan,” tutur Taufik.
Tidak berhenti di situ, menurut taufik, kisah serupa juga terjadi pada Pak Wawan, warga yang bekerja sebagai kepala produksi di PT. Panimba Perkasa yang, juga bermitra dengan PT. Kurnia Batu Alam. Ia terpaksa menanggung cacat seumur hidup karena mengalami kecelakaan kerja (tangannya patah, masuk dalam gilingan batu yang sedang berputar).
Atas seluruh kejadian tersebut, Forum Masyarakat Peduli Lingkungan dan Hak Azasi Manusia mendesak dan menuntut pemerintah setempat untuk segera mencabut semua Izin Usaha Pertambangan (IUP) galian pasir, batu dan kerikil di Labuan, Kabupaten Donggala.
Berikut adalah tuntutan masyarakat:
- Mendesak Pemerintah dalam hal ini DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas ESDM Provinsi Sulteng, Gubernur Sulawesi Tengah dan BLHD Provinsi Sulteng untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi pertambangan di Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala.
- Mendesak pemerintah untuk melakukan audit seluruh perusahaan tambang di Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, lalu memberikan sanksi tegas kepada perusahaan tambang yang merusak lingkungan.
- Mendesak pemerintah agar menghentikan sekuruh aktivitas perusahaan tambang sebelum ada peninjauan langsung dari pihak DPRD, Gubernur, Dinas ESDM, dan BLHD ke lokasi pertambangan.
- Mendesak Gubernur dan Dinas ESDM untuk tidak memperpanjang IUP Sirtukil yang sudah berakhir di Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala.
- Mendesak pemerintah agar memerintahkan pada perusahaan yang IUP-nya sudah berakhir untuk melaksanakan reklamasi pasca tambang.
*Tulisan ini telah dipublikasi via www.jatam.org*