JATAM DESAK PEMERINTAH TINDAK IZIN TAMBANG BERMASALAH

JARINGAN Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah pusat dan pemerintah Sulteng untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh izin-izin pertambangan yang ada di Sulteng.

Koordinator Kampanye dan Advokasi Jatam, Moh Taufik dalam siaran persnya manilai sepanjang tahun 2018 pertambangan di Sulteng semakin penuh kontroversi dan bermasal. Diantaranya ada sekitar 67 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak mengantongi status IUP CnC (clean and clear).

“Kami juga menemukan 16 IUP yang diterbitkan pemerintah masuk dalam kawasan hutan konservasi yang tersebar di semua kabupaten,” Kata Taufik, Senin (10/12/2018).

Selain itu ditemukan juga sedikitnya dua aktivitas tambang illegal, yakni PT Prima Tambang Indonesia yang beroperasi di Desa Ogotaring Kecamatan Lampasio dan PT Karya Toba di Desa Malulu Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli, yang sampai sekarang kasusnya tak jelas ditangani aparat penegak hukum.

Olehnya, Jatam juga mendesak aparat penegak hukum untuk serius mengani kasus pertambangan tanpa izin, karena jelas melanggar UU dan sangat merugikan Negara dan Lingkungan.

Sepanjangan 2018, lanjut Taufik, Jatam menemukan enam konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat yang berada di lingkar tambang. Seperti PT Mahligai Artha Sejahtera dan masyarakat Desa Buleleng, Morowali. Perusahaan diduga melakukan penerobosan lahan masyarakat seluas 18 Ha.

Ada juga PT Mulia Pacific Resource (MPR) yang mencemari sumber air bersih warga Desa Tontowea, Morut. Sementara di Tolitoli, warga Desa Malulu mendesak melakukan penutupan aktivitas tambang PT Karya Toba karena berdekatan dengan irigasi yang mengairi persawahan.

Selanjutnya CV Makmur Jaya ditolak warga Desa Toili Barat karena melakukan aktivitas penambangan di sepanjang aliran sungai dan mengancam pemukiman ynag berada di pinggir sungai.

PT Bumanik melakukan penerobosan lahan milik warga desa Molores dan Keuno Morut. Serta masyarakat Desa Marowo Touna menolak aktivitas PT Multi dinar Karya yang dinilai selain IUPnya sebagian besar masuk wilayah perkebunan, aktivitas tambang juga mengancam sumber air bersih masyarakat.

Pada September 2018 telah menggugat salah satu perusahaan pabrik pemurnian nikel/smelter, PT Central Omega Resources Industri Indonesia (PT CORI) DAN dua perusahaan pemasok yaitu PT Itamatra dan PT Mulai Pasific Resources atas dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan tiga perusahaan tersebut di Teluk Tomori Morowali Utara.

“Atas dasar data dan fakta lapangan itu, Jatam mendesak pula pemerintah Sulteng segera melakukan pencabutan IUP Non CnC dan IUP bermasalah dan meninjau kembali izin pertambangan yang masuk dalam wilayah kawasan hutan konservasi,” tukas Taufik.

Tinggalkan Komentar Anda :