JARINGAN Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh izin pertambangan yang ada di Sulawesi Tengah.
Koordinator Kampanye dan Advokasi Jatam , Moh Taufik dalam siaran persnya mengungkapkan ekspansi dari pertambangan di Sulawesi Tengah semakin penuh kontroversi.
Temuan Jatam ada sekitar 67 IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang tidak mengantongi status IUP CnC (Cleand And Clear) dari Pemerintah.
“Ada pula sekitar 16 IUP yang ditertibkan oleh Pemerintah masuk dalam Kawasan Hutan Konservasi yang tersebar di semua Kabupaten di Sulawesi Tengah”, kata Taufik, di Plau, Senin (20/5/2019).
Disamping itu, imbuh Taufik, sedikitnya 6 perusahaan tambang di Kabupaten Banggai yang tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain itu, Jatam Sulteng juga menemukan sedikitnya 6 kali konflik yang terjadi antara perusahaan tambang dan masyarakat yang berada lingkar tambang di Sulteng.
Tercatat sepanjang tahun 2018 konflik tersebut diantaranya Pertama PT Mahligai Artha Sejahtera dan Masyarakat Desa Buleleng Kabupaten Morowali perusahaan diduga melakukan penerobosan lahan masyarakat dengan luas 18 Ha.
Selanjutnya PT Muliah Pacific Resource (MPR) dan Masyarakat desa Tontowea di Kabupaten Morowali Utara aktivitas pertambangan yang dilakukan diduga mencemari sumber air bersih masyarakat.
Ketiga PT Karya Toba dan masyarakat Desa Malulu di Kabupaten Tolitoli, aktivitas perusahaan ini berdekatan dengan irigasi masyarakat yang digunakan untuk mengairi areal persawahan sehingga masyarakat mendesak melakukan penutupan aktivitas pertambangan ini.
Keempat CV Makmur Jaya dan Masyarakat Desa Toili Barat, masyarakat menolak penambangan di sepanjang aliran sungai karena mengancam pemukiman masyarakat yang berada di pinggir sungai.
Kemudian, kelima PT Bumanik dan masyarakat Desa Molores dan masyarakat Desa Keuno Kabupaten Morowali Utara, aktivitas pertambangan diduga melakukan penerobasan lahan milik warga di dua desa ini.
Dan keenam kata Taufik, PT Multi Dinar Karya dan masyarakat Desa Morowo Kabupaten Tojo Una-Una, masyarakat desa melakukan aksi penolakan terhadap aktivitas perusahaan karena selain IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang sebagian besar masuk wilayah perkebunan masyarakat, aktivitas pertambangan juga mengancam sumber air bersih masyarakat yang juga masuk dalam wilayah IUP perusahaan .
Olehnya itu, Jatam Mendesak pula agar Pemerintah Pusat dan Provinsi Sulteng harus segera melakukan pencabutan IUP Non CnC dan IUP yang bermasalah di Sulawesi Tengah dan meninjau kembali izin pertambangan yang masuk dalam wilayah kawasan hutan Konservasi.
Sumber: http://www.kailipost.com/2019/05/jatam-desak-moratorium-izin-tambang.html?spref=fb&fbclid=IwAR0TFG1idPjad5PNTEqOnMnDa0NMKavKBJhOcBdWtPUr8EyIRCJA_OU4cQE / Edisi: 21 Mei 2019