PALU : PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) mencari pembeli baru, pengganti Kansai Electric Power yang menarik diri menyusul belum adanya persetujuan ekspor produksi gas Donggi-Senoro dari pemerintah.
Direktur Umum PT DSLNG Andy Karamoy mengatakan beberapa perusahaan di Jepang tertarik membeli gas Donggi-Senoro, namun mereka belum mau terikat komitmen sebab persetujuan ekspor dari pemerintah belum turun.
“Calon buyer memang masih ragu sebab persetujuan alokasi ekspor belum ada. Tapi kami optimis mendapat pembeli baru penggati Kansai jika persetujaun sudah diberikan,” kata Andy di Palu, belum lama ini.
Semula DSLNG akan mengirim menggunakan kapal ke Jepang karena gas dari Senoro akan dibeli oleh Chubu Electric Power dan Kansai Electric Power. Karena belum adanya kata sepakat di antara pengambil kebijakan terkait alokasi gas Dongg-Senoro, akhirnya
Kansai Electric Power pun mengundurkan diri.
Menurut Andy, belum adanya persetujuan pemerintah juga berdampak pada molornya tahapan pembangungan kilang dan eksploitas. DSLNG menjadwalkan pembangunan kilang pada Desember 2009 di Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulteng.
Pembangunan kilang butuh waktu empat tahun sehingga pada Maret 2013 sudah dapat memproduksi dan pengapalan LNG. Keekonomian proyek gas Donggi-Senoro sendiri hanya 15 tahun atau berakhir pada 2028, bertepatan dengan berakhirnya masa kontrak kerja sama antara operator dengan pemerintah.
“Semakin lama pembangunan kilang dan eksploitasi, keekonomian proyek Donggi-Senoro makin tergerus,” kata Andy.
DSLNG, investor hilir proyek gas Donggi-Senoro yang terdiri Pertamina, Medco dan Mitsubishi, berharap pemerintah dapat segera memberi persetujuan ekspor untuk mempertahankan keekonomia proyek Donggi-Senoro. Apalagi DSLNG telah menggelontorkan dana untuk investasi sekitar Rp500 miliar.
Proyek hilir Donggi-Senoro sendiri membutuhkan investasi sekitar USD2,5 miliar dan apabila proyek berjalan mulus, akan menjadi proyek LNG keempat Indonesia setelah Botang, Arun, dan Tangguh.
Kombinasi
Investor hulu proyek Donggi-Senoro, yang terdiri dari PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk menghendaki adanya kombinasi ekspor dan domestik untuk menjaga keekonomian proyek.
Kombinasi mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mensyaratkan 25% produksi (bagian kontraktor) dialokasikan memenuhi kebutuhan domestic.
General Manager JOB Pertamina-Medco Tomori, Hendra Jaya, mengatakan skema alokasi tawaran operator yakni, sebanyak 355 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari) dipasok ke kilang milik DSLNG, dan sebanyak 84 MMSCFD peruntukan domestik.
Skema ini tetap memenuhi permintaan minimum DSLNG sesuai perjanjian jual beli yang telah disepakti, dan alokasi untuk kebutuhan domestik juga sudah memenuhi syarat 25% sesuai perintah Undang-Undang.
“Jika keluar dari skema ini sulit mencapai keekonomian proyek gas Donggi-Senoro, apalagi jika sebahagian besar atau seluruh produksi diserap domestik keekonomiannya semakin tergerus sebab tahapan dimulai dari awal,” kata Hendra.
Ia menambahkan kewajiban memasok kebutuhan domestik hanya berlaku bagi kontrak kerjasma (KKS) yang ditandatangani setelah terbitnya UU 22/2001. Sementara KKS JOB Pertamina-Medco selaku operator Blok Senoro Toili dan PT Pertamina EP yang menguasai Blok Matindok, dengan pemerintah diteken sebelum UU 22/2001 terbit.
“Apalagi seluruh produksi gas yang dikelola Pertamin EP, selain Matindok, telah dimanfaatkan untuk konsumen domestik. Kami berharap mempertimbangkan hal tersebut.,” kata Hendra berharap.(odink)