Palu,Portalsulawesi.Id – Uforia kehadiran Ibu Kota Nusantara ( IKN) di Penajam, Kalimantan Timur membuat semua wilayah yang berdekatan berlomba lomba membidik peluang investasi sebagai daerah penyangga. Tak ketinggalan Propinsi Sulawesi Tengah , sebagai salah satu wilayah terdekat maka peluang tersebut terbuka lebar.
Kontribusi Sulawesi Tengah terhadap pembangunan di Ibukota Nusantara tersebut paling menonjol adalah sebagai wilayah penyuplai utama material bahan baku pembangunan, baik berupa Batu ,Pasir Kerikil serta bahan lainnya.
Hal ini diakui oleh Presiden Joko Widodo saat meresmikan sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah ,Rabu (27/03/2024) silam.
“Tadi Menteri Perhubungan menyampaikan perlunya Roro dari Sulawesi Tengah menuju ke Kalimantan Timur, utamanya untuk mendukung proses pembangunan di IKN. Saya setuju itu diadakan karena banyak bahan untuk pembangunan, utamanya batu-batuan pasir itu berasal dari Sulawesi Tengah,” kata Jokowi saat meresmikan Pelabuhan Wani dan Pantoloan di Donggala, Sulawesi Tengah, Rabu (27/3/2024).
Presiden menyebutkan bahwa mayoritas material batuan pasir di IKN berasal dari Sulawesi Tengah, Jokowi menilai nominal uang sudah mencapai miliaran. Ia yakin pemindahan tersebut membawa dampak ekonomi bagi Sulawesi Tengah.
“Mungkin hampir semuanya dari sini dan nilainya itu juga bukan hanya miliar tetapi sudah triliun sehingga yang dibangun di Kalimantan Timur yang senang Sulawesi Tengah,” sebut Jokowi dalam sambutannya tersebut.
Apa yang disebutkan Jokowi tersebut benar adanya, ratusan hektar lahan disekitar ruas jalan Nasional Palu- Donggala menjadi bukti adanya kegiatan pertambangan Galian C yang masif demi kepentingan pembangunan IKN. Untuk memenuhi kebutuhan material di IKN, saat ini puluhan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Bebatuan Galian C terus terbit dan beroperasi. Walhasil, ratusan hektar lahan disekitar pemukiman diantara Kota Palu dan Kota Donggala dikeruk dan di Eksploitasi.
Dampak dari Eksploitasi besar besaran demi pemenuhan kebutuhan material di IKN, kondisi pemukiman disekitar lokasi pertambangan galian C rentan akan debu dan kerusakan infstruktur terutama jalan. Belum lagi masyarakat nelayan kehilangan ruang tangkap ikan , kebanyakan merekapun beralih profesi sebagai buruh di perusahaan.
Lokasi pertambangan galian C disepanjang ruas jalan Palu-Donggala yang bergarisan dengan pemukiman memicu produksi debu yang berlebihan dan mencemari udara, bahkan telah menjadi momok bagi pengguna jalan nasional tersebut. Kondisi umum pada ruas jalan Nasional Wilayah I tersebut semakin parah dikarenakan tidak adanya kepedulian perusahaan Galian C terhadap dampak debu dan juga material yang berserakan di badan jalan umum tersebut.
Aryadi (45), Warga Kota Palu yang menjadi Aparatur Sipil Negara ( ASN) disalah satu OPD di Kabupaten Donggala mengaku sangat terganggu dengan debu yang bertebaran di sepanjang jalan antara Palu Kota Donggala. ” Siksa kami kalo naik motor ke Donggala, pokoknya mandi debu sampai kantor ,begitu juga kalo pulang ” keluhnya ,Kamis (30/04/2024).
Hal yang sama dikeluhkan Rian (33), Warga Desa Loli yang ditemui redaksi media ini, Dirinya mengaku tidak dapat berbuat banyak terhadap dampak debu yang akhir akhir ini semakin menjadi. ” Kami masyarakat hanya bisa pasrah,perusahaan punya kuasa, dorang bisa atur pemerintah,sudah habis gunung kami dikeruk untuk IKN, tinggal debunya kami nikmati ” keluhnya.
Mirisnya, Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah terkesan tidak peduli dengan tingkat kerusakan lingkungan dan sebaran debu dari lokasi tambang Galian C tersebut. Hal yang sama juga berlaku di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, pemerintah lebih mengedepankan pemasukan pada kas daerah dari sektor tambang daripada peduli terhadap dampak debu dan kerusakan lingkungan.
Dari data yang dirilis oleh Kantor Stasiun Pemantauan Atmosfer Global ( SPAG) Lore Lindu-Bariri pada Rabu (01/05/2024) menunjukkan bahwa partikel debu halus meningkat , pengukuran kualitas udara pada hari Rabu (01/05/2024) menunjukkan peningkatan partikel debu halus PM2,5 atau yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer dengan nilai 69 µgram/m3 atau masuk kategori ‘tidak sehat’.
Nilai itu didapat dari pemantauan yang dilakukan pada pukul 14.48 – 14.58 Wita. Nilai PM2,5 itu jauh lebih tinggi dari nilai ambang normal bagi kesehatan yakni 15 µgram/m3.
Peningkatan partikel juga terjadi pada PM10 dengan nilai 46 µgram/m3. Nilai itu meski disebut masih dalam kategori baik namun nilainya lebih tinggi dibanding hari-hari biasa. Nilai ambang batas PM10 sendiri yakni 40 µgram/m3.
Menurut SPAG Lore Lindu-Bariri, efek jangka pendek akibat PM2.5 yang diambang batas bisa memicu penyakit jantung, paru-paru, bronkitis, dan serangan asma. Bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang lebih tua rentan terhadap dampak tersebut.
Sedangkan dampak kesehatan jangka pendek dari PM10 dapat memicu gangguan pernapasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). kondisi ini diperparah dengan adanya kiriman partikel debu Vulkanik akibat letusan gunung Raung di Sulawesi Utara.
Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng menemukan sejumlah fakta terkait kegiatan pertambangan galian C disepanjang ruas jalan Palu-Donggala , salah satunya adalah wilayah yang diduga terdampak langsung kegiatan tambang pasir dan batuan, berada di Kelurahan buluri Kota Palu, sebagian besar masyarakat lingkar tambang Pasir dan Batuan ini, mengeluhkan dampak debu yang diduga diakibatkan oleh kegiatan pertambangan.
”Dampak debu yang diduga dari kegiatan pertambangan tersebut, berpotensi mengakibatkan masyarakat di sekitaran kegiatan tambang dan pengguna jalan terpapar penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) ” ungkap Direktur JATAM Sulteng, Taufik kepada media ini, Senin ( 06/05/2024).
Masih menurut Taufik, berdasarkan fakta lapangan yang ditemukan tersebut maka JATAM Sulteng mendesak pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan kewenangannya yang diatur dalam PERPRES Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Izin Berusaha Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batuan. Harus segera memerintahkan Inspektur Tambang untuk melakukan evaluasi seluruh kegiatan pertambangan Pasir dan batuan di sepanjang Pesisir Kota Palu dan Kabupaten Donggala.
”Jika didapatkan Perusahaan-Perusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kegiatan pertambangannya dan menyebabkan masyarakat sekitar terdampak dari kegiatan tambang, pemerintah provinsi harus berani memberikan sanksi tegas kepada perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut ” ungkap Taufik.
Selain mendesak pemerintah Provinsi mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan yang ada di Sepanjang Pesisir Palu- Donggala, JATAM SULTENG juga mendesak Pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Donggala, bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi seluruh Izin-Izin lingkungan yang telah dikeluarkan. Jika ada ada indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang mengakibatkan masyarakat terdampak. Pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Donggala juga harus mengambil langkah tegas untuk memberikan sanksi kepada perusahaan tambang tersebut.
Dalam catatan JATAM Sulteng, izin pertambangan yang bertatus Operasi Produksi di Kota Palu berjumlah 34 Izin dan untuk Kabupaten Donggala Izin Usaha Pertambangan yang berstatus Operasi Produksi berjumlah 54 Izin.
Sepertinya, sebuah ungkapan yang menyebutkan bahwa Debu IKN bertebaran diruas jalan Nasional Palu- Donggala benar adanya . Mirisnya , pemerintah terkesan acuh tak acuh dan pura pura tidak tau.***
Sumber : https://portalsulawesi.id/debu-ikn-di-ruas-jalan-palu-donggala/