Palu (ANTARA)- Aktivis Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (Sulteng) Syahrudin A Douw menyebut maraknya pertambangan tanpa izin atau ilegal di Sulteng, karena lemahnya langkah penindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait.
“Maraknya pertambangan tanpa izin di sejumlah wilayah di Sulteng, temasuk di Kelurahan Poboya, bukan karena persoalan tata kelolah tambang, melainkan lemahnya penindakan dari pihak terkait.” Ucap Syahrudin di Palu.
Pernyataan aktivis Jatam Sulteng merupakan tanggapan atas pernyataan Kapolda Sulteng Irjen Pol Syafril Nursal yang menyebut maraknya pertambangan ilegal ini karena masalah tata kelola saat mengikuti rapat dengar pendapat bersama DPRD Sulteng, Kamis (18/06).
“Tata kelola tambang seperti apa yang di maksud,” tanya Syahrudin.
Syahrudin yang juga advokat menerangkan, tata kelola tambang itu menyangkut perizinan, soal lingkungan dan produksi.
“Nah, kalau tambang ilegal, keliru kalau bicara tata kelola. Yang perlu dilakukan adalah penindakan,” tegas Etal, sapaan akrabnya.
Ia menilai pemerintah dan pihak terkait bertugas melindungi lingkungan dan masyarakat dari adanya para pemodal di tambang rakyat, karena negara rugi miliaran rupiah akibat perbuatan mereka.
“Dan itu kejahatan yang wajib dihentikan oleh pihak berwenang. Kalau tidak dilakukan penindakan, maka sama halnya membiarkan negara rugi atas penambangan ilegal (pencurian kekayaan negara) dan negara rugi karena lingkungan hancur serta masyarakat menerima hasil kerusakan alam,” katanya.
Dia menilai Dinas Lingkungan Hidup dan ESDM tidak punya kewenangan mengurusi tambang ilegal dan yang berwenang adalah kepolisian karena menyangkut tindak pidana (merusak alam dan mencuri kekayaan nmegara tanpa izin).
DPRD Provinsi Sulawesi Tengah melalui komisi III akan mengundang kembali pihak-pihak terkait dari unsur eksekutif dan kepolisian untuk membahas mengenai penertiban pertambangan emas tanpa izin (PETI).
“Kami akan lakukan RDP lagi dengan Polda dan OPD terkait untuk lebih mendalami peti-peti yang ada, untuk mencari bagaimana menanganinya dan bagaimana mengatasinya supaya tidak terulang lagi, khususnya peti yang sangat merusak lingkungan yang ada di Sulteng,” kata Ketua Komisi III DRPD Sulteng Soni Tandra.
Berdasarkan hasil rapat sebelumnya, maka dirinya berkesimpulan agar dilakukan kembali rapat dengar pendapat untuk lebih fokus membahas mengenai PETI.
Soni Tandra yang merupakan Politisi Partai NasDem menganggap bahwa mengenai PETI, tidak cukup hanya dengan melakukan operasi penertiban. Olehnya, pelu diikuti dengan perbaikan tata kelola. Hal itu karena, kegiatan pertambangan menjadi salah satu tumpuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di satu sisi, sebut dia, untuk mendapatkan izin pertambangan, masyarakat diperhadapkan dengan syarat-syarat administrasi yang dalam pengurusannya tidak-lah mudah.
“Di sisi lain, untuk kegiatan pertambangan butuh biaya yang besar. Hal ini yang kemudian masyarakat mengambil jalan pintas,” sebutnya.
Olehnya, ia mengemukakan, rapat tersebut nantinya tidak hanya membahas mengenai penertiban semata, tetapi seklaigus membahas mengenai solusi-solusi, misalnya membantu mengurusi izin pertambangan, yang nantinya disosialisasikan kepada masyarakat.