Belasan orang anggota LSM dan aktivis lingkungan hidup, serta perwakilan masyarakat dari Kabupaten Morowali Utara, Senin (29/7), mendatangi kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah di Kota Palu.
Mereka mendesak agar ESDM mencabut izin usaha pertambangan (IUP) sejumlah perusahaan tambang nikel yang diduga bertanggung jawab atas pencemaran Danau Tiu seluas 11 ribu hektare tersebut.
Muh Taufik, koordinator dan advokasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, mengatakan danau, yang menjadi destinasi wisata di Kabupaten Morowali Utara itu, airnya sudah berubah menjadi merah kecoklatan.
“Ancaman ini terjadi karena proses pertambangan di wilayah hulu oleh beberapa aktivitas perusahaan tambang yang diduga melakukan pencemaran di danau Tiu Kecamatan Petasia Barat” ungkap Muh Taufik dalam orasinya di halaman kantor ESDM Sulawesi Tengah.
Jatam khawatir, bila dibiarkan, pencemaran akan merusak ekosistem dan mematikan populasi ikan air tawar. Padahal, pada 2016, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah menebarkan 90 ribu bibit ikan mas dan ikan nila. Saat itu, populasi ikan sempat menurun yang diduga akibat pencemaran yang berasal dari limbah perkebunan kelapa sawit.
“Kami dari Jaringan Advokasi Tambang meminta kepada Dinas Energi Sumberdaya Mineral sebagai instansi yang berwenang merekomendasikan dan mencabut izin-izin tambang yang ada di kecamatan Petasia Barat. Yang ada di kabupaten Morowali Utara untuk segera mencabut segala bentuk izin usaha pertambangan yang ada di wilayah hulu danau Tiu,” ujar Muh Taufik.
Karto Haristinovla Tandi, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Tiu kepada VOA, Rabu (31/7) mengatakan permukaan air Danau Tiu sudah berwarna kemerahan sejak 18 Juli 2019. Sejak itu para nelayan tradisional di desanya tidak dapat menangkap ikan di danau, yang menjadi habitat ikan gabus, ikan mujair, ikan kosa, ikan jengo, ikan mas, belut dan buaya.
“Kegiatan yang biasa dilakukan dulu itu menangkap ikan. Sekarang tidak ada lagi kegiatan-kegiatan. Nelayan pun sekarang sudah menganggur,”tutur Karto.
Selain menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Morowali Utara, danau tersebut juga menjadi sumber mata pencaharian warga Desa Tiu, Desa Tontowea dan Desa Marale. Penduduk ketiga desa itu memancing dan menjaring ikan di danau tersebut. Hasil tangkapan kemudian dijual ke pasar tradisional.
Yanmart Nainggolan, Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Sulawesi Tengah, mengatakan pihaknya akan membentuk tim untuk melakukan evaluasi dan pengecekan lapangan serta berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah untuk melakukan pengukuran tingkat pencemaran di Danau Tiu. Sedangkan terkait tuntutan pencabutan IUP milik perusahaan tambang yang diduga bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan di Danau Tiu, menurut Yanmart, harus dilakukan secara bertahap.
Ada empat tahapan proses pencabutan IUP, papar Yanmart. Yang pertama, memberikan teguran. Bila tidak mengindahkan, pemerintah akan menghentikan sementara kegiatan pertambangan perusahaan tersebut.
“Masih tetap bandel, maka kita usulkan ke gubernur untuk dilakukan pencabutan izin sementara. Masih tetap bandel juga, kita laporkan. Kita rekomendasikan agar izinnya dicabut secara permanen,” kata Yanmart Nainggolan di Kantor ESDM Sulawesi Tengah.
Yanmart menyebutkan ada 13 IUP pertambangan nikel di Kabupaten Morowali Utara. Lima di antaranya sudah berproduksi, sedangkan delapan sisanya sudah memenuhi persyaratan administrasi teknis, dan keuangan.
Yanmart mengungkapkan salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah itu dalam status penghentian sementara selama empat bulan terakhir karena terindikasi melakukan pencemaran lingkungan di Laut Teluk Tumori.