PT Bumanik diduga menyerobot lahan milik warga yang berada di Desa Molores, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah (Sulteng). Warga yang merasa lahannya diserobot, pada Ahad (14/7) kemarin, kembali memblokir aktivitas PT Bumanik di lokasi itu.
Namun, pihak Kepolisian yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Desa Molores, membuka pemblokiran yang dilakukan oleh warga setempat. Bhabinkamtibmas menyampaikan, agar masyarakat pemilik lahan, tidak melakukan aksi seperti ini sebelum melakukan penyampaian ke Polres Morut, melalui pemerintah desa.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, warga pemilik lahan merasa diintimidasi oleh oknum Bhabinkamtibmas. Warga merasa, dilarang beraktifitas di atas lahan mereka sendiri. Olehnya, warga pemilik lahan, melalui Jaringan Advokasi Tambang Sulteng (Jatam), meminta kepada Dinas ESDM (Energi Sumber Daya dan Mineral) untuk melakukan peninjauan kembali izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Bumanik di lokasi yang ada.
“Kami juga meminta Aparat Penegak Hukum, untuk memeriksa dugaan penyorobotan lahan milik masyarakat, yang dilakukan oleh PT Bumanik,” kata Koordinator Kampanye dan Advokasi Jatam Sulteng, Moh Taufik, melalui pesan singkat WhatsApp (WA) kepada Suarapalu.com, Senin (15/7).
Taufik menambahkan, sebelumnya pada Februari 2019, warga juga melakukan tindakan yang sama atas aktivitas PT Bumanik di Desa Molores. Pasalnya, mediasi yang dilakukan pihak perusahaan bersama warga pemilik lahan, tidak menemukan kata sepakat.
“Saat mediasi, pihak PT Bumanik menawarkan Rp15 juta per hektare (Ha) kepada warga pemilik lahan. Itu dengan alas an, lahan yang dibuka berdasarkan alas hak SKPT oleh Pemerintah Desa Molores, dengan diketahui oleh Camat Petasia pada tahun 2007, sudah dikompensasikan,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Taufik, pihak perusahaan juga beralasan, berdasarkan foto udara yang diambil pada tahun 2017, lahan tersebut masih berupa hutan. Sehingga, nilai yang ditawarkan itu untuk mengganti biaya paras tebang yang telah dilakukan. Tetapi, warga pemilik lahan tidak menerima nilai tersebut.
Lebih jauh Taufik menjelaskan, pada tahun 2017, PT Bumanik melakukan kegiatan pertambangan di atas APL (Areal Pengunaan Lain) di Desa Molores. Dimana sebelumnya, pada tahun 2014, lahan itu di buka dan dibuatkan SKPT oleh warga, pada tahun 2007, kemudian di tanami jambu mente, sawit, nangka dan lain-lain, di atas lahan tersebut.
“Menurut PT Bumanik, di atas lahan itu juga, mereka telah melakukan pembayaran kompensasi sebesar Rp1 miliar untuk luasan 50 Ha kepada Pemerintah Desa Molores. Namun, menurut Pemerintah Desa, betul pihak PT Bumanik pernah melakukan pembayaran kompensasi, tetapi bukan di atas lahan milik warga yang dimaksudkan,” jelasnya.