Protes atas Perampasan Akses Jalan Tani, Lima Warga Morowali Dikriminalisasi

Jakarta, 18 Oktober 2024

Warga Sulawesi Tengah melakukan aksi protes di depan kantor pusat PT Indonesia Huabao Industrial Park terkait kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan ruang hidup dan ruang pangan mereka serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perusakan-penghacuran industri ekstraktif.

Lima warga Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Sulawesi Tengah, mendapat surat panggilan dari Polda Sulteng pada 4 Oktober 2024 karena melakukan protes atas perampasan akses jalan tani menuju kebun-kebun warga oleh PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP). Kelimanya adalah Abdul Ramadhan A, Hasrun, Mohamad Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms., dan Rifiana Ms.

Mereka melakukan protes dengan memblokade jalan tani pada 15 Juni 2024, sebagai respons atas video pernyataan Legal Eksternal PT IHIP bernama Riski yang menyatakan jalan tani milik warga merupakan jalan hauling milik PT Baoshuo Taman Industri Invesment Grup (BTIIG) secara sah. Adapun PT IHIP adalah kawasan industri nikel yang menjadi tempat PT BTIIG bernaung. Dalam surat panggilan disebutkan kelima warga Ambunu diduga melakukan tindak pidana yang menyebabkan terganggunya fungsi jalan PT BTIIG.

Poda Sulteng menggunakan pasal 63 ayat 1 Juncto Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan untuk melakukan kriminalisasi terhadap kelima warga Ambunu. Ini merupakan upaya-upaya pembungkaman terhadap warga yang sedang berjuang untuk mempertahankan ruang hidupnya. Peristiwa kriminalisasi ini juga merupakan salah satu bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) atau Gugatan Strategis Melawan Partisipasi Publik.

Padahal, Indonesia telah memiliki kebijakan Anti-SLAPP. Mahkamah Agung menegaskan kebijakan Anti-SLAPP menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat agar tidak dituntut secara pidana, maupun digugat secara perdata, dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Aksi protes warga atas perampasan akses jalan tani oleh perusahaan merupakan akumulasi dari kemarahan rakyat di dua desa, yaitu Ambunu dan Topogaro, yang terusik keselamatannya oleh kehadiran perusahaan.

Kehadiran PT BTIIG menyebabkan wilayah persawahan warga seluas 40 hektare tergenang air, diduga dampak dari pembuangan jalan houling dari kawasan industri. Selain itu, para nelayan terdampak aktivitas reklamasi yang dilakukan perusahaan, yang menyebabkan tercemarnya perairan yang menjadi ruang tangkap nelayan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan warga menyimpan amarah yang berujung pada blokade jalan.

Selain itu, proses negoisasi yang dilakukan oleh PT BTIIG dengan Bupati Morowali atas penggunaan jalan dilakukan tanpa melibatkan persetujuan masyarakat. Padahal, jalan tani tersebut telah digunakan sebagai akses utama masyarakat untuk menuju ke kebun-kebun garapan mereka dan menjadi penghubung antara Dusun Topogaro dengan Dusun Folili, terus menuju Dusun Sigendo dan Desa Ambunu, serta akses menuju Gua Vavompogaro.

Dalam negosiasinya, terjadi tukar guling antara Pemda Morowali dengan PT BTIIG yang ditandai dengan penandatanganan MoU pada 11 Maret 2024. Pemda Morowali ‘menyerahkan’ jalan tani tersebut — tanpa seizin warga — untuk digunakan sebagai jalan angkutan tambang PT BTIIG. Sebagai gantinya, PT BTIIG berkomitmen untuk mengerjakan perluasan bandara.

Untuk itu, kami menuntut Polda Sulawesi Tengah untuk segera menghentikan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan ruang hidupnya. Kedua, menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Morowali untuk membatalkan MoU yang telah merugikan warga, juga menuntut kepada PT IHIP yang berada di kawasan industri PT BTIIG agar segera menghentikan aktivitas produksi industri ekstraktif yang mengancam keselamatan warga.

Narahubung:

Ashadi – JATAM Sulawesi Tengah (082347129187)

Komentar Anda :

Alamat email anda tidak akan disiarkan.