Nikel Masuk Smelter: Bukan Untung Malah Buntung
“Karenanya memang sepantasnya kita stop ekspor NPI. Kita tutup smelter kelas dua yang menghasilkan NPI ekspor ini. Nikel ini harus dihilirisasi penuh di dalam negeri dengan nilai tambah tinggi. Bukan hilirisasi setengah hati, yang produknya barang setengah jadi,”
Kunjungan kerja rombongan anggota DPR Komisi VII ke PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) di Morowari, Sulawesi Tengah awal tahun ini, membuka tabir dugaan tipu-tipu dalam pengolahan nikel tanah air.
Bahkan, anggota dewan menuding adanya penyelundupan nikel gaya baru, yakni terkait ekspor Nickel Pig Iron (NPI). Akibatnya, Indonesia berpotensi kehilangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Begini alurnya, setelah bijih nikel masuk dalam smelter, sebagian bahan ikutan terpisahkan. Namun karena kandungan nikel dalam NPI hanya 10-12 persen, maka masih banyak mineral ikutannya yang terbawa.”Dan mineral ikutan tersebut dalam NPI tidak dianalisis atau dikenakan royalti lagi. Ini masalahnya,” kata Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto kepada Inilah.com.
Seharusnya, material ikutan yang tertambang pada kegiatan operasi produksi mineral nikel dilakukan pengelolaan, minimal meliputi pendataan tonase, jenis, serta kadar mineral atau logam yang terkandung di dalamnya. Dengan tak adanya aturan soal mineral ikutan, maka potensi negara merugi akibat mengekspor mineral lain selain NPI jadi besar.
Tidak adanya data mineral ikutan dalam laporan berkala konservasi mineral dan batubara, menjadi celah untuk ‘menyelundupkan’ mineral ikutan yang nilainya cukup signifikan.” Info dari teman-teman peneliti dalam bijih nikel dari Sulawesi juga ditemukan Sc (Scandium), salah satu logam rare earth yang mahal,” ungkapnya.
Pengawasan ketat dan evaluasi harus menjadi poin utama untuk mengantisipasi penyelundupan nikel, karena konsekuensi negara dirugikan tidaklah sedikit.”Harus ada investigasi yang mendalam baik Pemerintah maupun peran instansi terkait lainnya yang terlibat, jangan sampai banyak kebocoran di lapangan,” kata Anggota Komisi VII Partai Demokrat, Sartono kepada Inilah.com.
Anggota DPR Dapil Jatim ini mendorong adanya audit tata kelola pengelolaan bijih nikel sampai proses ekspor.”Jangan sampai banyak kebocoran di lapangan,” tegasnya.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, mendorong audit jauh lebih dalam. Selain pemerintah dan juga perusahaan, penting juga untuk memeriksa tim survei.
“Karena kan itu harus lewat tim surveyor semua terlebih dahulu, untuk dilakukan pengecekan, sebelum di proses di smelter, tidak mungkin tidak ditemukan mineral bawaan dalam ore nikel itu sebelum diproses di pabrik menjadi NPI, nah seharusnya itu yang di evaluasi untuk tim-tim surveyor ini,” kata Direktur Jatam Sulteng Mohammad Taufik kepada Inilah.com.
Sebagai informasi, PT. GNI mampu menghasilkan 1,9 ton Nickel Pig Iron pertahun. Dengan teknologi smelter, PT GNI menghasilkan feronikel yang kemudian diolah menjadi besi stainless yang digunakan untuk produksi stainless dan industri besi nikel alloy.
Berdiri sejak tahun 2019, PT GNI merupakan perusahaan milik Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd. asal Cina.
Awal 2022, PT GNI pertama kali mengekspor produk olahan nikelnya, yakni NPI tau feronikel. Total produk yang dikirim ke Cina mencapai 13.650 ton feronikel, olahannya berasal dari tiga tungku smelter perusahaan. Dari segi nilai, itu setara USD23 juta dolar.
Hilirisasi Nikel: Bukan Untung Malah Buntung
Kampanye hilirisasi bijih nikel demi kedaulatan Indonesia yang digaungkan pada 2020 lalu, dirasa tak signifikan, bahkan justru merugikan. Dari mulai nilai ekonomis sebelum dan sesudah masuk smelter, sampai longgarnya aturan untuk perusahaan China asal mau berinvestasi di Indonesia.
Sebelum pemerintah membuat kebijakan larangan ekspor, bijih nikel hanya mengandung 1,7%-2% nikel, sisanya 98% merupakan mineral ikutan. Saat ini, dengan smelter, produk NPI yang dihasilkan hanya memiliki kandungan nikel 10%-12%, dan sisanya yakni merupakan mineral ikutan lainnya.
Pemerintah memberikan banyak intensif dari produk smelter NPI. Mulai dari pembelian bijih nikel yang jauh di bawah harga internasional; bebas pajak PPN; mendapat tax holiday bebas PPH badan; bebas bea keluar atau pajak ekspor; kemudahan mendatangkan peralatan-mesin termasuk barang bekas pakai; kemudahan mendatangkan TKA.
Untuk yang terakhir, dampaknya sudah terlihat pada awal Januari 2023. Bentrok antar pekerja lokas vs asing China, pecah di lingkungan PT GNI. Tiga orang tewas, salah satunya merupakan pekerja China. Bentrok berdarah itu dipicu ketidakadilan yang diterima pekerja lokal.
Selain urusan longgarnya aturan, pemerintah juga dinilai tidak terbuka terhadap data penerimaan negara atas hilirisasi nikel ini.”Coba bandingkan dengan penerimaan negara dari bea keluar ekspor bijih nikel saat belum dilarang. Bisa jadi kita nombok. Yang lebih mengenaskan lagi devisa (bukan penerimaan negara) dari ekspor tersebut ternyata tidak balik ke Indonesia, tetapi di parkir di luar negeri dalam bentuk dolar. Ini bukan untung malah buntung,” beber Mulyanto.
Dengan model kerjasama seperti sekarang, Mulyanto curiga secara ekonomi Indonesia rugi karena terlalu banyak insentif yang diberikan. Belum lagi ekses sosial-politik keberadaan TKA dari Cina ini.”Kasus bentrok antara TKA dan pekerja lokal beberapa waktu lalu menjadi pelajaran bagi kita,” ungkapnya.
Bagi Jatam Sulteng, kerja sama dengan China tak ada masa depan. Selain masih mempertahankan penggunaan energi fosil pada proses produksinya, potensi kebocoran PNBP dari ekspor NPI juga sangat besar.
“Investasi tiongkok ini tidak memberikan jaminan keberlanjutan, salah satu contohnya adalah, negara juga berpotensi mengalami kerugian dengan terus memberikan jaminan-jaminan yang menguntungkan mereka seperti tax holiday,” terang Taufik.
Dengan sederet catatan minus ekspor NPI, pemerintah sudah saatnya mengkaji ulang bentuk kerja sama dengan perusahaan China.
“Karenanya memang sepantasnya kita stop ekspor NPI. Kita tutup smelter kelas dua yang menghasilkan NPI ekspor ini. Nikel ini harus dihilirisasi penuh di dalam negeri dengan nilai tambah tinggi. Bukan hilirisasi setengah hati, yang produknya barang setengah jadi,” terang Mulyanto.
Pemerintah perlu juga menetapkan nikel sebagai “Mineral Kritis”.”Yakni mineral yang sulit untuk ditemukan, sulit diekstraksi dalam jumlah ekonomis dan sulit disubtitusi logam atau material lain, cadangannya harus dieman-eman (disayang-sayang),” tandasnya.
Saat ini, cadangan Nikel dalam negeri kurang lebih hanya sampai 10 tahun-13 tahun lagi dengan asumsi produksi saat ini. Apalagi jika 17 smelter NPI selesai konstruksi, maka cadangan nikel di Tanah Air hanya bertahan kurang dari 10 tahun.
Sumber : https://www.inilah.com/nikel-masuk-smelter-bukan-untung-malah-buntung?utm_source=whatsapp&utm_medium=social-media&utm_campaign=addtoany&utm_source=whatsapp&utm_medium=social-media&utm_campaign=addtoany