Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (Jatam Sulteng) sangat menyayangkan sikap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Palu yang dinilai tidak terbuka terkait data izin lingkungan untuk pembangunan TUKS ( Terminal Untuk Kepentingan Sendiri) perusahaan tambang yang ada di kota palu.
Menurut rilis yang diterima Utuatoria.com menyenjelaskan bahwa izin tersebut terkesan di tutup-tutupi oleh DLH Kota Palu, ini dibuktikan dengan surat JATAM sulteng pada tanggal 20 maret 2019 lalu.
“Jatam sulteng telah menyurat untuk permintaan salinan dokumen izin lingkungan dan UKL-UPL untuk pembangunan TUKS ( Terminal Untuk Kepentingan Sendiri ) atau JETY yang ada di kelurahan Watusampu untuk kegiatan pengangkutan material tambang ke luar daerah yang tidak pernah di tanggapi oleh DLH Kota Palu,” ujar Koordinator Kampanye dan Advokasi Jatam Sulteng Moh. Taufik dalam rilisnya.
Lanjutnya , berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi, menyebutkan “setiap Badan Publik wajib menyediakan dan memberikan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik”.
Kewenangan memberikan izin lingkungan untuk pembangunan TUKS/JETY jelas masih kewengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu. Dalam hal ini disebut juga sebagai Badan publik, ketentuan lebih lanjut di jelaskan dalam UU No 14 Tahun 2008 “Badan Publik wajip memberikan tanggapan paling lambat 10 hari setelah diterimanya surat permohonan, namun sejak surat permintaan salinan ini di sampaikan pada tanggal 20 maret 2019, dinas lingkungan hidup belum memberikan tanggapan atas surat tersebut sampai dengan hari ini.
Adapun izin lingkungan untuk pembangunan TUKS/JETY yang pihaknya mohonkan adalah, milik PT. Watu Palu Prima, PT. Pandu Tanga Utama, PT. Sumber Batuan Prima dan PT. Optima, yang melakukan pembangunan TUKS untuk pengangkutan material tambang di kelurahan watusampau yang menimbulkan protes masyarakat, karena masyarakat Watusampu menganggap pembangunan TUKS yang dilakukan oleh pihak perusahaan diduga ilegal.
Dugaan ini juga di perkuat dengan hasil temuan Jatam Sulteng terkait dengan data inventarisasi kegiatan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri di wilayah kerja kantor syahbandaran dan otoritas pelabuhan pantoloan Provinsi Sulawesi tengah yang melampirkan daftar perusahaan yang mengantongi Izin TUKS, di dalam daftar tersebut tidak ditemukan nama ke 4 perusahaan yang di duga oleh warga ilegal.
Bukan hanya itu warga juga menemukan dugaan pembagunan TUKS, hanya menggunakan SKPT ( Surat Keterangan Penguasaan Tanah ) dari pemerintah setempat yang diterbitkan di sepadan pantai dan sepadan sungai. yang seharusnya di terbitkan HGB ( Hak Guna Bangunan) untuk kegiatan Industri pertambangan. Sehingga memberikan pendapatan hak sewa tanah kepada negara.
Sehingga berdasarkan hasil temuan ini Jatam Sulteng meminta Kepada DLH untuk tidak menutup-nutupi izin-izin TUKS yang ada di kota palu karna ini jelas adalah dokumen terbuka untuk publik. Dan pihaknya mendesak aparat Penegak Hukum untuk memeriksa terkait dengan dugaan pembangunan TUKS yang tidak mengantongi Izin.