PALU – Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang berlangsung di wilayah Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals (CPM) di Kelurahan Poboya, Kota Palu, disinyalir semakin marak, meluas dan sistematis.
Sejak awal munculnya metode perendaman yang diperkenalkan PT Adijaya Karya Makmur (AKM) selaku kontraktor PT CPM yang telah meninggalkan peristiwa hukum, juga dianggap tidak dilakukan penyelidikan secara utuh oleh negara.
Hal ini dinilai berdampak pada kuatnya dugaan, presepsi dan kepercayaan publik pada hukum.
Investigasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng menemukan adanya hubungan-hubungan para penambang tanpa izin dengan “oknum”.
Bahkan, menurut Kordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, hal itu bisa terdengar di berbagai percakapan masyarakat sekitar tambang, hingga jauh sampai ke pusat pemerintahan, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“JATAM Sulteng meyakini bahwa tidak adanya penindakan oleh negara dalam hal ini kepolisian, bukan karena polisi bagian dari “penambang”, tetapi ada oknum-oknum yang mendapat keuntungan pribadi dari penambangan tanpa izin tersebut,” ungkapnya.
Pihaknya akan melaporkan hal ini ke Propam Mabes Polri karena institusi kepolisian merupakan benteng utama menegakkan hukum dan menjaga ketertiban di masyarakat.
“Sudah waktunya polisi melakukan tindakan terukur dan sesuai hukum. Jangan mengambil kebijakan dengan cara diam karena tanpa penindakan akan melahirkan terror,” katanya.
Berkaca dari penertiban yang dilakukan di lokasi PETI Kayuboko, Kabupaten Parigi Moutong, Taufik membahasakannya dengan mengatakan bahwa, jika di Kabupaten Parigi Moutong masih jarang ditemukan keramaian anggota Polri di warung kopi, maka berbeda dengan Kota Palu.
“Mungkin itulah yang menyebabkan gerak cepat penertiban PETI di Desa Kayubuko oleh tim gabungan Polres Parigi Moutong bersama Polda Sulteng,” ujarnya.
Hasil gerak cepat itu berhasil mengamankan sejumlah alat berat, 14 warga negara asing (WNA) yang diduga terlibat PETI.
“Hal tersebut patut kami apresiasi karena merupakan satu langkah maju yang harus terus dilakukan untuk menyelamatkan kerugian negara dari kegiatan-kegiatan pertambangan tanpa izin di Sulawesi Tengah,” katanya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Polres Parimo, seharusnya menjadi contoh yang harus diikuti oleh Polresta Palu. Jika Polda enggan, kata dia, maka Polresta Palu harusnya aktif untuk segera membentuk tim gabungan bersama Polda.
Apalagi, kata dia, jarak kegiatan PETI hanya 10 kilometer dari Markas Polda Sulteng.
Untuk itu, pihaknya pun mendesak Polresta Palu dan Polda Sulteng untuk professional dalam melakukan penegakan hukum.
Kata dia, pihak kepolisian juga harus memberikan sanksi tegas jika ditemukan oknum-oknum anggota Polri yang terlibat dan melindungi kegiatan-kegiatan PETI yang ada di Kelurahan Poboya.
JATAM MINTA CPM IKUT BERTANGGUNG JAWAB
Lebih lanjut ia mengatakan, CPM sebagai salah satu anak perusahaan PT Bumi Resources Minerals (BRMS) Tbk, secara khusus juga harus bertanggung jawab terhadap marakanya metode perendaman maupun penambangan tanpa izin tersebut.
“Publik tidak pernah diberitahu oleh CPM, apa yang sudah mereka lakukan untuk menghentikan hal tersebut. Sehingga kami menduga, CPM adalah perusahaan yang tidak bisa menjaga wilayahnya dari serangan penambangan tanpa izin, ataukah CPM bagian dari praktik ini,” tanya Taufik.
Selain itu, pihaknya mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng), dalam hal ini Gubernur Anwar Hafid dan DPRD untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap PT CPM.
“Perlu memanggil Kapolda Sulawesi Tengah untuk memberi penjelasan kepada pemerintah sebagai pelaksana pemerintahan yang ditunjuk oleh rakyat. Bahkan karut-marut harus dijelaskan ke publik, apakah ada hubungan yang menguntungkan antara penambangan tanpa izin dengan pihak CPM,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini yang perlu dijawab oleh para pihak tersebut, termasuk CPM, untuk menjernihkan atau membuat terang suatu peristiwa hukum yang sedang berlangsung yang dianggap tanpa kontrol dan tanpa kendali tersebut.
General Manager (GM) External Affairs and Security PT Citra Palu Minerals (CPM), Amran Amier yang dihubungi media ini menyampaikan terima kasih atas kritik dari JATAM dalam rangka memperbaik tata kelola pertambangan, khususnya di wilayah CPM.
“Harus disadari memang, ada aktivitas pihak ketiga yang dilakukan oleh kelompok masyarakat di wilayah Kontrak Karya CPM. Memang harus disadari, adanya aktivitas pihak ketiga ini, tentu paling tidak membuat ada hambatan-hambatan yang terkait di kegiatan CPM,” ujar Amran.
Terkait itu, kata dia, CPM telah lama memasukkannya sebagai laporan secara reguler kepada Kementerian ESDM, juga melaporkan ini ke Polresta Palu dan Polda Sulteng terkait aktivitas pihak ketiga ini.
“CPM tentu terbuka bila masalah pertambangan ini dievaluasi, supaya semua elemen masyarakat bisa mengikuti sesuai tata aturan, karena memang semua pihak harus tunduk pada semua peraturan yang berlaku,” katanya.
Namun, kata dia, tentu saja ini tidak bisa diselesaikan oleh CPM sendiri, memerlukan penanganan yang secara komprehensif melibatkan elemen-elemen lain di luar CPM, termasuk masyarakat, penegak hukum, pemerintah dan sebagainya.
“Sejauh ini, pihak CPM sudah memberikan keterangan kepada Polda Sulteng. Kepala Teknik Tambang sudah dimintai keterangan, terkait informasi keberadaan pihak-pihak yang melakukan aktivitas di wilayah CPM,” pungkasnya. (IKRAM)
Edisi : 26 mei 2025