PALU, Upaya Warga Salena mendorong Peraturan Daerah (Perda) terkait pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat sebagai dasar hukum dalam penetapan Hutan Adat Nggolo mendapat respon baik dari Amsar, S.Sos selaku Camat Ulujadi, Kota Palu.
Hal itu disampaikan Amsar saat memimpin rapat terkait inventarisasi dan verifikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan (PPTPKH) dari kawasan hutan lindung bertempat di Kantor Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Selasa (17/12/2024).
“Saya menghormati pilihan warga Salena tetap mendorong hutan adat,” ungkap Amsar saat memimpin rapat.
Adapun usulan warga di lahan kurang lebih 58 hektar di Salena dan 3,7 Hektar di Wana tetap ke hutan adat sebagaimana keputusan rapat yang tertuang dalam berita acara kesepakatan Nomor:800.1.3.3/246.43/UJ/XII/2024 merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada warga setempat.
Selanjutnya Tri Perwakilan dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah XVI Palu mengusulkan ke forum agar pilihan ke hutan adat oleh warga Salena dituangkan dalam berita acara.
” Usulan warga salena untuk hutan adat baiknya dimasukkan dalam rekomendasi di pertemuan ini,” kata Tri.
Dirinya juga menyarankan agar warga Salena mendiskusikan dengan berbagai pihak soal mendorong Hutan adat.
” Saran saya diskusikan juga dengan pihak KPH Banawa-Lalundu,” ungkap Tri
Adapun pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan warga Salena, Wana, Lurah Buluri, Lurah Tipo, Camat Ulujadi, Sekretaris Camat Ulujadi dan BPKHTL Wilayah XVI Palu
Sementara itu, Haerul Ketua Pengurus Kampung Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Nggolo mengapresiasi hasil rapat yang sangat menghargai usulan warga Salena.
“Saya kira, kita berterimakasih ke pak Camat Ulujadi, Sekcam Ulujadi, Lurah Buluri, Lurah Tipo dan tentu dengan perwakilan keluarga kita dari Wana, karena kita semuanya punya kemauan bersama untuk mendorong kawasan hutan lindung menjadi hutan adat,” ungkap Haerul.
Lebih lanjut, Heru sapaan akrabnya bahwa sekitar lima tahun terakhir di Salena seringkali membahas tentang upaya yang ditempuh untuk mendorong hutan adat.
“Kita intens buat diskusi kampung soal agenda ini, kemudian saat ini kita sudah punya Data Sosial, Data Spasial (Peta) termasuk juga draft Perda Hutan Adat yang terus dipermantap,” sambung Heru.
Kata Heru, jika skema hutan adat yang didorong maka status kepemilikan secara kolektif dan itu sesuai dengan kebutuhan warga. Memilih hutan adat adalah bagian dari cara menjaga, melestarikan dan mewariskan hutan adat ke anak cucu kita di masa akan datang.
” Mendorong Hutan adat adalah cara kami menolak tambang,” tutup Heru.
Sumber: Pengurus Kampung BPAN Nggolo