Suarapalu.com, Palu- Memperingati Hari Anti Tambang (Hatam) Nasional yang jatuh pada hari ini, Rabu (29/5), sejumlah lembaga masyarakat dan lembaga pemuda yang tergabung dalam Front Rakyat Tolak Tambang, menggelar aksi di depan kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun lembaga-lembaga tersebut, yaitu Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Kota Palu, Badan eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhamadiyah Palu, Ikatan Pelajar Pemuda Mahasiswa Dondo (IPPMD) PALU, dan Revolusi Hijau.
Kordinator lapangan, Moh Taufik mengatakan, aksi tersebut digelar untuk menyampaikan sejumlah ketimpangan terkait persoalan tambang yang ada di sejumlah kabupaten di Sulteng. Dimana, Sulteng yang memiliki luas 6.184.100 Ha, kini dikuasai oleh 324 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Minerba dan dua Kontrak Karya (KK). Kontrak tersebut, memegang total 2.128.361,43 Ha lokasi, atau 34,4% menguasai luas wilayah Provinsi Sulteng.
“Ditambah, empat blok migas dengan luas 905.998, Ha, atau 14,6% menguasai luas wilayah Sulteng. Semuanya menyebar hampir di seluruh kabupaten yang ada,” ujarnya kepada Suarapalu.com, usai menggelar aksi, Rabu (29/5).
Taufik menjelaskan, dibalik angka-angka tersebut, terkubur dalam-dalam kesengsaraan rakyat. Itu dikarenakan, keputusan dari Kementerian dan Dinas ESDM yang ada di daerah. Tak hanya itu, setumpuk kasus kriminalisasi kepada petani yang berjuang mempertahankan tanahnya, juga melengkapi kisah ketimpangan negeri yang katanya subur ini.
“Selain itu, penganghancuran wilayah pesisir juga melengkapi ketimpangan yang ada. Pun terkait kerusakan hutan, berkurangnya hewan-hewan endemik, hilangnya tanah sebagai wilayah kelola rakyat. Selanjutnya, pencemaran sungai dan lautan, tidak lain adalah akibat industri ekstraktif pertambangan. Mereka dengan mudah merusak seluruh aspek sosial dan ekologis yang ada,” jelasnya.
Dia menambahkan, tak terhitung lagi kejahatan yang terjadi di sektor pertambangan. Mulai dari kejahatan perampasan tanah, pengrusakan hutan, penghancuran wilayah pesisir, korupsi Sumber Daya Alam (SDA), bahkan sampai pada kasus terbunuhnya petani serta intimidasi terhadap aktivis lingkungan hidup.
“Hari ini, kami dari Front Rakyat Tolak Tambang mengajak dan menyerukan kepada seluruh masyarakat Sulteng, bekukan seluruh kantor ESDM. Untuk penghentian perluasan perusakan dan pengungsian sosial-ekologis. Akibat keputusan instansi ini, kini daerah kita telah di kepung tambang,” ungkapnya.
Lanjutnya, tak terbatas izin-izin tambang mengisi meja-meja pemerintah. Mengantri untuk menunggu tandatangan, agar dengan bebas mengeruk SDA dan tanah kita. Sudah saatnya kita sadar, hidup butuh generasi penerus. Sedangkan generasi untuk dapat tumbuh sehat dan sejahtera, butuh tanah sebagai alat produksinya. Butuh tanah untuk tempat tinggalnya, butuh tanah untuk ia hidup layak.
“Olehnya dihari ini juga, kami menyatakan sebagai semangat untuk mengusir PT Bintang Delapan Mineral dan PT Central Omega Resourcesi Industri Indonesia, dari tanah Sulteng. Kami juga mengajak seluruh masyarakat Kota Palu, untuk bersama-sama menyelamatkan Poboya, dari cengkraman PT Citra Palu Mineral dan juga mengusir PT Pusaka Jaya Palu Power (PLTU PANAU), dari Keluarahan Panau yang sudah menimbulkan banyak korban Jiwa,” tegas Taufik.
Untuk diketahui, penetapan Hari Anti Tambang (Hatam) Nasional yang jatuh hari ini, merupakan hasil kesepatan JATAM yang terdiri dari masyarakat korban tambang, pada pertemuan seluruh korban tambang di Cisarua, Bogor, tahun 2010 silam. Ini juga diperingati, sebagai hari menolak lupa atas derita masyarakat korban tragedi lumpur Lapindo. (Taf)
Sumber : https://suarapalu.com/front-rakyat-tolak-tambang-bekukan-dinas-esdm-sulteng/?fbclid=IwAR1fKRMM3iKev__t_TBx5hPIkAnkJHylHEh4Qd5C7uCRAH1e5OO8XAPbPwY / Edisi : 29 Mei 2019