SULTENG DALAM KEPUNGAN INVESTOR TAMBANG

Sulawesi Tengah kini menjadi salah satu daerah penghasil mineral paling diminati kalangan pemodal nasional dan asing. Ratusan miliar bahkan triliunan rupiah investasi telah dan masih akan dikucurkan.

Sumber daya mineral yang terpendam di perut bumi Sulteng memang melimpah, tersebar merata di 10 kabupaten/kota. Bahan galian strategis berupa minyak dan gas bumi, misalnya, dapat ditemukan di Kabupaten Banggai dan Morowali. Potensi batubara juga terdapat di Morowali, selain Donggala dan Banggai Kepulauan.

Sementara itu, jenis bahan galian nikel terpendam di Morowali, Banggai, serta Tojo Unauna yang tengah dalam tahap eksplorasi. Daerah ini juga memiliki galena (timah hitam) berlokasi di Donggala, Tolitoli, dan Poso. Tak ketinggalan pula emas di Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong, Poso, dan Buol. Di samping itu, Sulteng tercatat mempunyai potensi molibdenum, chromit, tembaga, belerang, granit, serta sirtukil.

Dengan potensi itu, Sulteng menjadi incaran investor. Sebut saja PT Citra Palu Mineral (CPM), anak usaha PT Bumi Resources Tbk milik Grup Bakrie, yang menguasai lima blok tambang emas seluas 102.520 hektare.

Dari seluruh blok yang dimiliki berdasarkan kontrak karya 1997, CPM baru mengeksplorasi Blok Poboya yang ditargetkan selesai pertengahan 2012. Dalam perjalanannya, Poboya memicu kekisruhan menyusul masuknya ribuan penambang tradisional. Namun, lewat Peraturan Wali Kota yang mengizinkan kegiatan penambang tradisional, kekacauan dapat diredam sementara waktu, Perwali itu sendiri memiliki banyak kelemahan.

Selain Bakrie, perusahaan terkemuka lain yang beroperasi di Sulteng adalah PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco). Perusahaan penanaman modal asing ini memiliki wilayah konsesi seluas 36.000 ha di Morowali. Areal KK Inco terdapat di 13 desa di dua kecamatan atau dikenal dengan Blok Bahodopi yang kini masih tahap eksplorasi.

Belakangan keberadaan Inco juga terusik. Inco didesak segera membangun pabrik dan jalan yang menghubungkan Sulteng dan Sulsel. Beberapa kali aksi digelar warga menyuarakan tuntutan tersebut.

Gas alam cair (liquified natural gas/LNG) Sulteng, tepatnya Blok Donggi-Senoro di Banggai, juga menjadi incaran pemodal. Proyek itu sampai sekarang masih menggantung menyusul belum keluarnya keputusan pemerintah terkait alokasi produksi.

PT Donggi Senoro LNG, konsorsium bentukan Pertamina-Medco-Mitsubishi selaku investor hilir, telah menggelontorkan sedikitnya Rp500 miliar. Konstruksi kilang membutuhkan waktu empat tahun dengan ancang-ancang berproduksi 2013-2014.

PT INA Internasional, perusahaan tambang asal China, segera memulakan eksploitasi biji besi di Desa Uekuli, Kabupaten Tojo Una-Una, dengan produksi 50 ribu metrik ton (MT) dalam tiga bulan pertama.

INA Internasional berusaha menggandakan hingga 100 ribu MT perbulan setelah melewati tiga bulan masa awal produksi dan tidak menutup kemungkinan dengan kuasa pertambangan yang mereka miliki seluas 30 ribu hektar direncanakan bisa mencapai produksi hingga satu juta metrik ton perbulan.

Terkait rencana tersebut, INA Internasional akan membangun infrastruktur pendukung yakni membangun pelabuhan di Uekuli yang dijadwalkan dekat tepatnya bulan April hingga Juni 2010.

Terakhir, pesona tambang Sulteng memikat hati tiga perusahaan asal Kalimantan Timur yang secara resmi telah mengajukan izin penggunaan kawasan hutan untuk izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi di dua kabupaten.

Luas lahan yang dibutuhkan ketiga perusahaan yang berkedudukan di Kota Balikpapan tersebut masing-masing PT Bumi Pertiwi Makmur (BPM) dengan permintaan 23.030 ha di Kabupaten Parigi Moutong, PT Abdi Negara Buana Raya (ANBR) seluas 5.096 ha juga di Parigi Moutong, serta PT Bumi Mulia Sejati (BMS) seluas 5.000 ha di wilayah Kabupaten Donggala.

Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi Sektor pertambangan dan penggalian Sulteng pada triwulan IV 2009 tumbuh 14,13% y-o-y, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya 12,76%, namun melemah dari periode sama 2008 sebesar 17,16%.

Pertumbuhan itu dipicu lonjakan realisasi produksi bahan galian C dan bijih logam. Kinerja sektor ini mampu menopang ekspor yang pada triwulan IV mengalami kontraksi -9,21%, relatif membaik dibanding triwulan sebelumnya –16,12%.

Meski demikian, di tengah potensi yang sangat besar, sector pertambangan harus diakui belum memberi kontribusi maksimal bagi perekonomian Sulteng. Sumbangan sektor ini terhadap pembentukan PDRB masih di bawah sektor lain.

Di sisi lain, Sulteng memperoleh dana perimbangan sebesar Rp744,5 miliar pada 2010. Angka ini seharusnya dapat meningkat pada masa mendatang se iring beroperasinya tambang dan kilang gas di daerah itu.

Masyarakat tentu berharap kekayaan alam anugerah Yang Maha Kuasa dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan mereka. Di sisi lain, eksploitasi sumber daya juga harus dilakukan secara berkesinambungan agar tidak merusak lingkungan.

Kekhawatiran mengenai pengaruh negatif pertambangan bukan tanpa alasan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng telah memperkirakan laju kerusakan hutan pada 2010 mencapai 1.667 ha per hari. Selain illegal logging dan ekspansi perkebunan sawit, operasi pertambangan yang massif turut memberi andil. Walhi menyebutkan saat ini terdapat enam perusahaan pemegang KK, lebih dari 100 pemilik izin kuasa pertam bangan, dan 71 penguasa surat izin pertambangan daerah (SIPD).

Total luas lahan konsesi mencapai 2,38 juta ha. Kabupaten Morowali paling banyak menerbitkan izin, yakni 109 KP. Banggai mengeluarkan 97 KP, sedangkan Tojo Una-una 76 KP.

“Perhitungan sementara diperkirakan areal KP tersebut separuhnya atau lebih dari satu juta ha mengambil kawasan hutan,” kata Direktur Walhi Sulteng Willianita Selviana.

Maraknya SIPD untuk bahan galian C memicu sedimentasi dan pendangkalan sungai serta bibir pantai.

Walhi mencatat lebih 100 kali banjir dan longsor sepanjang 2007-2009. Penyebabnya, selain curah hujan tinggi, juga akibat laju deforestasi yang hampir mencapai 100.000 ha per tahun.

“Pemerintah pusat dan daerah sebaiknya mengevaluasi kembali kebijakan pertambangan yang dipraktikkan selama ini sebab terbukti kerusakan lingkungan kian parah,” katanya.

Koordinator Bidang Kampanye dan Riset Jaringan Tambang Sulteng Andika menyatakan penolakan segala bentuk izin pelepasan kawasan maupun izin pinjam pakai hutan untuk kepentingan pertambangan.

Menurut dia, restorasi oleh kuasa pertambangan atas pemanfaatan kawasan hutan di Indonesia selama ini tidak berjalan baik dan hanya meninggalkan kerusakan lingkungan yang memprihatinkan.

Andika mengakui potensi sumber daya mineral Sulteng yang melimpah dan sebahagian besar berada dalam kawasan hutan, menjadi incaran para investor. Olehnya pemerintah daerah tidak gegabah dalam memberikan izin pelepasan kawasan hutan. (Odink/Bisnis)

Sumber: Media Alkhairaat Edisi: Senin, 29 Maret 2010

Tinggalkan Komentar Anda :